Wina (ANTARA News) - Produksi minyak OPEC turun pada Desember, namun masih di atas level yang diperkirakan di bawah perjanjian terbaru yang berlaku Januari menurut laporan bulanan terbaru organisasi itu pada Rabu (18/1).

Produksi total Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) turun 221.000 barel per hari (bph) menjadi 33,1 juta bph mulai November menurut laporan Desember, mengutip sumber-sumber sekunder.

Di bawah perjanjian pada 30 November, yang ditujukan untuk mengurangi kelebihan pasokan global yang menekan harga minyak, OPEC akan memangkas batas produksinya menjadi 32,5 juta bph mulai 1 Januari.

Arab Saudi mendapat pukulan dari pengurangan itu pada Desember, menurunkan produksi 149.000 bph menjadi 10,5 juta bph.

Aljazair, Ekuador, Gabon, Nigeria, Qatar, Uni Emirat Arab dan Venezuela juga mengurangi produksi.

Namun, Irak, produsen terbesar kedua di OPEC, meningkatkan produksi  43.000 bph menjadi 4,6 juta bph. Iran produksinya naik 10.000 bph menjadi 3,7 juta bph dan Kuwait naik 2.000 bph menjadi 2,8 juta bph.

Di bawah kesepakatan itu, Arab Saudi akan memangkas produksi menjadi 10,1 juta bph, Irak menjadi 4,4 juta bph, Kuwait menjadi 2,7 juta bph dan Uni Emirat Arab menjadi 2,9 juta bph.

Iran, yang kembali bisa mengekspor minyak mentah secara bebas menyusul pencabutan sanksi di bawah kesepakatan nuklir 2015 dengan negara-negara kuat dunia, bisa memproduksi sampai 3,8 juta bph.

Libya dan Nigeria dikecualikan dari kesepakatan itu, sementara Indonesia menangguhkan kesertaannya.

Pada 10 Desember, OPEC juga membuat kesepakatan dengan negara-negara di luar kelompok, utamanya Rusia, tapi tidak mencakup Amerika Serikat, untuk mengurangi produksi sebesar 558.000 bph.

Pada Minggu komite pemantau yang bertuga melacak kepatuhan terhadap kesepakatan itu dijadwalkan bertemu di Wina untuk pertama kali.

Kedua kesepakatan itu mendorong kenaikan harga minyak sampai sekitar 20 persen di atas 50 dolar AS per barel, namun kenaikan itu dibatasi oleh kekhawatiran mengenai penerapannya dan peningkatan produksi minyak serpih Amerika Serikat berkat harga yang lebih tinggi.

Kedua kesepakatan itu valid selama enam bulan dan bisa diperpanjang selama enam bulan lagi menurut warta kantor berita AFP. (mu)



Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017