Jakarta (ANTARA News) - Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan Presiden Suriah Bashar al-Assad adalah para pemimpin yang menyambut kemunculan Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat yang ke-45.  Mereka menganggap Trump lebih pragmatis dan membawa kepentingan bersama, ketimbang abai pada nilai-nilai Barat.

Sebaliknya beberapa negara menatap pelantikan Donald Trump sebagai hal mengerikan. Dan berikut tujuh di antara beberapa negara yang was-wasa melihat pelantikan Trump, dikutip dari laman Time.

Meksiko
Trump sudah beberapa kali berkata buruk soal Meksiko, mulai dari akan membangun tembok di sepanjang perbatasan, mendeportasikan jutaan orang dan akan menerapkan kebijakan perdagangan yang keras. Seperti kepada China, Trump hanya sedikit ngomong yang baik-baik soal Meksiko, negeri yang menggantungkan 80 persennya ke AS dan sebaliknya 60 persen dari total impornya berasal dari AS. Retorika bermusuhan Trump kepada Meksiko bakal menaikkan popularitas calon presiden kelompok kiri Andres Manuel Lopez Obrador pada Pemilu mendatang. Jika dia terpilih menjadi presiden maka akan kian hebatlah percekcokan AS dan Meksiko.

Jepang
Trump dan Perdana Menteri Shinzo Abe punya kepentingan yang sama. Keduanya menginginkan Jepang memperkuat postur militernya agar bertanggung jawab atas keamanan nasionalnya sendiri. Seperti Trump, Abe menginginkan hubungan yang lebih baik dengan Rusia yang menjadi sumber energi yang luar biasa bagi Jepang. Abe juga ingin bersepakat dengan Moskow demi mendapatkan lagi kepulauan yang diduduki Uni Soviet pasca Perang Dunia II. Jika Trump terus memusuhi China, maka Jepang akan terjepit di antara dua mitra perdagangan terbesarnya. Hubungan yang juga tidak mulus dengan Korea Selatan, akan menambah dorongan Jepang untuk menjadi isolasionis.

Latvia, Estonia dan Lithuania
Tiga negara Baltik itu menyaksikan pelantikan Trump dengan gelisah. Salah satu alasan Vladimir Putin mengintervensi Ukraina adalah adanya perasaan hak untuk melindungi etnis Rusia di Ukraina. Dan Latvia serta Estonia memiliki persentase penduduk etnis Rusia yang lebih besar ketimbang Ukraina.  Tapi, tidak seperti Ukraina, negara-negara Baltik adalah anggota  NATO. Cuma, upaya Trump berbaik-baikan dengan Rusia dan menyebut NATO sudah usang, telah membuat Latvia dan Estonia kebat kebit. Sebagai antisipasi, Latvia dan Estonia berencana membentengi perbatasannya dengan Rusoa, sedangkan Lithuania akan memagari perbatasannya dengan Provinsi Kaliningrad, Rusia. Kawat berduri memang tidak akan mencegah invasi, namun akan sedikit menyulitkan manuver masuk tentara Rusia.

Jerman
KanselirAngela Merkel menyambut Trump dengan tawaran kerja sama yang didasarkan pada nilai bersama mengenai "demokrasi, kebebasan, menghormati aturan main dan martabat semua orang dengan tidak memandang latar belakang, warna kulit, keyakinan, gender, orientasi seksual atau pandangan politiknya." Dalam kata lain, Merkel akan bekerja sama dengan AS jika Trump membuang jauh-jauh janji kampanye dalam memperlakukan kamu muslim dan Meksiko. Merkel adalah orang yang memimpin Eropa mengutuk invasi Rusia ke Ukraina dan penerapan sanksi kepada Rusia. Kedekatan Trump dengan Putin akan merongrong Merkel dan sekaligus memperkuat pandangan sebagian kalangan Eropa yang berpandangan bahwa usaha menghukum Rusia adalah sama dengan bunuh diri.

Prancis
Di Prancis, keresahan bahkan sudah jauh masuk ke kehidupan sehari-hari. Kemenangan Trump telah menginspirasi kaum ultra kanan Front Nasional pada Pemilu tahun ini. Pemimpinnya, Marine Le Pen, sudah berjanji jika terpilih menjadi presiden akan mengeluarkan Prancis dari Uni Eropa. Lawan-lawan Le Pen khawatir Trump mendukung tokoh ultra kanan ini. Mereka juga khawatir Trump akan tutup mata jika Rusia mengintervensi Pemilu lewat siber demi menaikkan popularitas ultra kanan.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017