Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) di sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menuntut hukuman empat tahun penjara kepada terdakwa Warga Negara Jerman, Gordon Gilbert Hild atas dugaan tindak pidana penipuan pada Yenny Sunaryo, korban sekaligus rekan bisnisnya.

"Karena terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana penipuan secara bersama-sama sesuai Pasal 378 KUHP dan menyebabkan kerugian Rp8,5 milyar bagi Yenny Sunaryo," kata JPU Umriani saat membacakan materi tuntutan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (19/1) dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Jumat.

Umriani menyatakan, bukti-bukti yang muncul di persidangan juga memperkuat dakwaan awal bahwa Gordon dan istrinya, Ismayanti, telah menipu korbannya dengan sejumlah cara. Karena itu, Jaksa meminta agar majelis hakim menghukum Gordon atas perbuatannya tersebut.

Ismayanti pun dituntut hukuman penjara selama 3,5 tahun atas kasus penipuan investasi tersebut.

Dia juga dianggap menipu lantaran tidak pernah memenuhi kesepakatan yang sudah dibuat oleh korban. "Hal memberatkan, perbuatan terdakwa sudah menipu korban dan menimbulkan merugikan bagi korban. Sementara hal meringankan, terdakwa mempunyai anak balita dan bersikap baik selama persidangan," kata Umriani.

Usai pembacaan tuntutan oleh JPU, majelis hakim yang dipimpin oleh hakim Made Sutrisna memberikan kesempatan kepada kedua terdakwa dan kuasa hukumnya untuk menyampaikan nota pembelaan alias pledoi.

Rencananya, sidang pembacaan pledoi itu digelar pada 25 Januari mendatang dengan agenda pembacaan pembelaan dari Ismayanti dan Gordon. "Kami persilakan saudara menyampaikan pembelaan pada persidangan selanjutnya ya, karena memang saudara memiliki hak untuk itu," kata Made.

Menurut pengacara Yenny, Tomy Alexander, tuntutan JPU sudah sesuai dengan fakta-fakta yang muncul selama persidangan. Meski terdakwa membantah telah menipu saat memberikan keterangan di persidangan, bukti yang dimiliki JPU justru memperkuat dugaan perbuatan para terdakwa.

Namun dia menyerahkan semua proses hukum ini sesuai dengan mekanisme hukum di persidangan. Hal itu karena dia yakin majelis hakim akan memberikan keputusan yang adil dan bijaksana sesuai dengan fakta yang muncul selama persidangan.

"Hal itu demi memberikan rasa keadilan bagi masyarakat termasuk klien kami dan juga proteksi hukum untuk investasi di NKRI, ujar Tomy.

Kasus penipuan investasi ini berawal dari kerja sama yang ditawarkan Ismayanti dan Gordon kepada Yenny. Mereka mengajak Yenny untuk membangun villa Kelapa Retreat II di Pekutatan, Negara, Bali Barat. Namun, Yenny malah kehilangan haknya dalam investasi dan tidak dianggap memiliki bagian meski sudah mengucurkan dana Rp8,5 miliar.

Dalam persidangan sebelumnya, Gordon mengatakan uang dari hasil penipuan itu pun digunakan untuk membeli satu unit rumah di Selandia Baru. Sedangkan Ismayanti mengklaim bahwa uangnya digunakan sebagai biaya pembayaran awal (DP) untuk rumah di Negara Persemakmuran Inggris tersebut.

(T.E008/J003)

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017