Saya rasa kita semua yang di sini ingat kebakaran tahun 2015 betul-betul kita pontang-panting. Tetapi karena api betul-betul sudah menjalar, sudah membesar, segala cara yang kita lakukan menjadi sia-sia, karena sudah terlanjur terbakar
Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo meminta agar para menteri dan kepala daerah hingga aparat penegak hukum tidak lengah dalam mencegah kebakaran hutan sejak awal tahun.

"Ini masih bulan Januari, tapi sudah mulai kelihatan keringnya. Oleh sebab itu jangan sampai lengah, tadi sudah sampaikan bahwa BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) memprediksi tahun 2017 ini akan lebih kering dari 2016, jadi kita semuanya harus hati-hati," kata Presiden Jokowi di Istana Negara Jakarta, Senin.

Presiden menyampaikan hal itu dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan 2017 yang antara lain dihadiri oleh Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Gubenur Sumatera Selatan Alex Noerdin, Gubernur Jambi Zumi Zola, dan sejumlah gubernur lainnya.

"Saya rasa kita semua yang di sini ingat kebakaran tahun 2015 betul-betul kita pontang-panting. Tetapi karena api betul-betul sudah menjalar, sudah membesar, segala cara yang kita lakukan menjadi sia-sia, karena sudah terlanjur terbakar," ungkap Presiden.

Kebakaran hutan dan lahan pada 2015 melingkupi 2,089 juta hektar dan memakan kerugian finansial hingga Rp220 triliun.

"Oleh karena itu kita semuanya harus antisipasi, jangan sampai peristiwa kebakaran 2015 itu terulang kembali. Kita patut bersyukur tadi seperti disampaikan oleh Menkopolhukam 2016 turun sampai 82-83 persen, dan kita harapkan tahun 2017 ini juga mengalami penurunan lagi," tambah Presiden.

Berdasarkan pemantauan satelit NOAA, jumlah hotspot (titik api) 2016 turun sebesar 82,14 persen dari 2015 sedangkan berdasarkan pantauan satelit Terra Aqua jumlah hotspot turun 94,58 persen.

"Dampak dari adanya kebakaran hutan tidak hanya urusan masalah ekonomi. Kita mengalami kerugian kalau dihitung-hitung dampak karena urusan pembatalan penerbangan, dampak karena perkantoran yang libur, dampak karena aktivitas ekonomi yang berhenti mencapai angka yang tidak sedikit yaitu Rp220 triliun, kurang lebih, angka yang sangat besar sekali," jelas Presiden.

Dampak itu belum ditambah dengan dampak kesehatan dari 504 ribu orang yang mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), hilangnya habitat keragaman hayati dari rusaknya hutan seluas sekitar 2,6 juta hektar.

"Yang berkaitan dengan liburnya sekolah ini juga tidak bisa dihitung kerugiannya. Kita harapkan 2017 ini tidak terjadi," tambah Presiden.

Presiden pun meminta pencegahan dini kebakaran hutan benar-benar disiapkan.

"Pada kesempatan yang baik ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada saudara semuanya yang telah melaksanakan pekerjaan yang besar dan ini. Kita ingin tahun ini kalau bisa persentasenya (hotspot) itu kita tekan lagi akan menjadi hilang dan pada posisi 100 persen turunnya meskipun itu saya tahu sangat sulit, tetapi apapun kita harus bekerja keras untuk mengantisipasi ini," jelas Presiden.

Dalam laporannya, Menkopolhukam Wiranto mengatakan bahwa jumlah hari status tanggap darurat dapat diturunkan dari 150 hari pada 2015 menjadi nol pada 2016.

Namun belum ada anggaran khusus yang secara tegas dapat digunakan untuk pencegahan dan pengadan sarana prasarana kebakaran hutan.

"Terdapat juga hambatan penggunaan APBD oleh pemda untuk menggerakkan satgas dan instansi daerah yang disebabkan oleh Permendgari 21/2011 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Penggunaan dana itu hanya boleh saat tanggap darurat sebelumnya belum dapat digunakan," ungkap Wiranto.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017