Jakarta (ANTARA News) - Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Bobby H Rafinus, mengatakan, isu-isu terkait radikalisme dan SARA (seks, agama, ras, dan antar golongan) dalam dinamika sosial politik Indonesia sepanjang 2016 hanya memengaruhi sentimen investor di pasar modal dan keuangan.

"Kami melihat masalah SARA dan radikalisme masih (memengaruhi) pada tingkat sentimen, belum memengaruhi ke performa ekonomi secara umum," ucap Rafinus, dalam acara diskusi "SARA, Radikalisme, dan Prospek Ekonomi Indonesia 2017" di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Senin.

Untuk menangani kemungkinan dampak SARA dan radikalisme terhadap kinerja perekonomian, dia mengatakan, pihaknya akan berupaya menjaga stabilitas ekonomi secara umum, mengelola kinerja anggaran, dan mengembangkan program vokasi sebagai alternatif bagi angkatan kerja.

Kementerian Koordinator Perekonomian juga tengah menyiapkan konsep program dan kebijakan ekonomi berkeadilan yang mengatur aset agar mampu dinikmati semua lapisan masyarakat sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap ketimpangan.

Salah satu substansi dari program dan kebijakan ekonomi berkeadilan tersebut adalah menyangkut reforma agraria.

Sementara itu, di samping isu radikalisme dan SARA, dia mengatakan, aspek perlambatan ekonomi global masih menjadi ancaman utama yang memengaruhi performa ekonomi nasional dan membuat Indonesia belum beranjak dari pertumbuhan ekonomi lima persen.

"Kami melihat aspek global lebih mengancam kinerja ekonomi global. Kemungkinan volatilitas nilai rupiah akan lebih tinggi di 2017," ucap dia.

Rafinus menjelaskan pula, kebijakan proteksionisme Amerika Serikat akan mampu menimbulkan gejolak perdagangan internasional dan menjadi tantangan ekspor Indonesia.

Kemudian dari sisi domestik, program pemerintah menyangkut pemberdayaan ekonomi mikro kecil dan menengah akan terus digalakkan untuk mendorong daya beli masyarakat. 

Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017