BHR dan NGF melakukan pendekatan kepada PAK melalui KM hal ini dilakukan BHR dan NGR agar bisnis impor daging dapat lebih lancar. Setelah melakukan pembicaraan, PAK menyanggupi membantu agar permohonan uji materil...dapat dikabulkan MK."
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengatakan Basuki Hariman (BHR) pemberi suap kepada hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar (PAK) pernah diperiksa sebelumnya oleh KPK terkait dengan impor daging sapi.

"Tolong jangan 'main' lagi dengan komoditi-komoditi penting, sudah diperingatkan bahkan sudah pernah diperiksa kok malah melakukan hal seperti itu," kata Syarif saat konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Ia menyatakan bahwa BHR memiliki 20 perusahaan yang bergerak dalam impor daging sapi. Namun, kata dia, apakah atas nama sendiri atau yang lain sedang kami teliti.

"Ada juga kemungkinan untuk menuntut perusahaannya. Terbuka kemungkinan untuk kami melakukan tanggung jawab pidana korporasi. Contohnya korporasinya masih ada dan dia mengulangi lagi perbuatannya yang kami kategorikan korup, ini yang jadi perhatian KPK agar tidak terjadi lagi ke depannya," ucap Syarif.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitain mengungkapkan kronologis hasil penangkapan yang dilakukan KPK terkait dugaan suap terhadap hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar (PAK).

"Dugaan suap itu terkait dengan "Judicial Review" Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan," kata Basaria.

Menurut Basaria setelah adanya laporan dari masyarakat akan terjadinya suatu tindak pidana korupsi oleh penyelenggara negara kemudian tim KPK ditugaskan melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Penangkapan itu kata dia, dilakukan oleh tim KPK kemudian 11 orang diamankan dalam penangkapan itu pada Rabu (25/1) sekitar pukul 10.00 sampai 21.30 WIB di tiga lokasi yang berbeda-beda di Jakarta.

"11 orang itu Patrialis Akbar (PAK) hakim MK, Basuki Hariman (BHR) pihak swasta yang memberikan suap bersama-sama dengan NG Fenny (NGF) yang merupakan karyawan BHR, Kamaludin (KM) dari swasta yang menjadi perantara BHR dari swasta kepada PAK, dan tujuh orang lainnya," ucap Basaria.

Lebih lanjut Basaria mengatakan pada Rabu (25/1) KPK mengamankan KM di Lapangan Golf Rawamangun Jakarta Timur kemudian tim bergerak ke kantor BHR di Sunter Jakarta Utara dan mengamankan BHR beserta sekretarisnya dan 6 karwayan lainnya.

"BHR ini punya sekitar 20 perusahaan yang bergerak di bidang impor daging tetapi tidak disebutkan satu per satu di sini lalu sekitar pukul 21.30 WIB tim bergerak mengamankan PAK. Yang bersangkutan pada saat jam itu berada di pusat perbelanjaan Grand Indonesia Jakarta Pusat bersama dengan seorang wanita," tuturnya.

Diduga, kata Basaria BHR memberikan janji kepada PAK terkait permohonan uji materil UU Nomor 41 Tahun 2014 dalam rangka pengurusan perkara dimaksud.

"BHR dan NGF melakukan pendekatan kepada PAK melalui KM hal ini dilakukan BHR dan NGR agar bisnis impor daging dapat lebih lancar. Setelah melakukan pembicaraan, PAK menyanggupi membantu agar permohonan uji materil Nomor 129/PUU-XII/2015 itu dapat dikabulkan MK," kata Basaria.

Basaria menjelaskan PAK diduga menerima hadiah 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura dan dalam kegiatan ini tim KPK telah mengamankan dokumen pembukuan perusahaan, voucher pembelian mata uang asing, dan draft perkara nomor 129 tersebut.

"Setelah mengamankan 11 orang, KPK melakukan pemeriksaan 1x24 jam dan KPK meningkatkan status ke penyidikan dengan penetapan empat orang tersangka," ucap Basaria.

Tersangka PAK dan KM diduga penerima disangkakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu menyebut mengenai hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Kemudian BHR dan NGF diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu menyebut orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp750 juta.

"Sementara untuk tujuh orang lainnya yang turut diamankan saat Operasi Tangkap Tangan saat ini masih berstatus sebagai saksi," kata Basaria.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017