Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan diharapkan dapat menghadirkan postur fiskal yang kredibel untuk membebaskan fiskal nasional dari jerat utang dan meningkatkan penerimaan negara.

"Perlu ada evaluasi efektivitas defisit APBN yang diakibatkan oleh kebijakan fiskal ekspansif. Idealnya, ekspansi fiskal harus berdampak pada peningkatan produktivitas berupa peningkatan penerimaan negara dan menurunnya pembiayaan defisit ke depan," kata anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, kinerja Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hingga kini dinilai masih belum membuktikan hal-hal yang signifikan, sedangkan satu-satunya inovasi yang dilakukan adalah memotong anggaran hingga lebih dari 10 persen.

Namun, lanjutnya, hal itu dinilai mengakibatkan adanya sejumlah proyek di kementerian atau lembaga dan daerah yang tertunda.

Politisi Partai Gerindra itu juga mengingatkan bahwa fiskal yang bertumpu kepada utang bisa mengguncang kondisi keuangan.

Untuk itu, ia menegaskan agar jangan dilakukan prinsip seperti "gali lubang tutup lubang" untuk membiayai pembangunan.

"Kita tidak bisa berharap banyak untuk pencapaian program kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi riil dari cara-cara pengelolaan fiskal seperti itu. Buktinya, uang hanya habis untuk membayar utang yang semakin bertumpuk," papar Heri.

Pemerintah, ujar dia, perlu mengembangkan berbagai strategi alternatif pembiayaan agar kesinambungan fiskal terjaga dan jangan sampai terus bergantung kepada beragam instrumen utang.

Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga perlu menetapkan kriteria ketat atas proyek pembangunan yang boleh dibiayai dengan utang agar penyalurannya lebih kepada sektor produktif seperti pertanian dan industri.

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pihaknya akan terus memantau perkembangan APBN yang dalam jangka pendek bisa terdampak oleh perkembangan terbaru ekonomi global.

"Kami masih menjalankan (APBN) dahulu. Akan tetapi, tentu dengan melihat seluruh aspek," kata Suahasil di Jakarta, Rabu (25/1).

Suahasil mengatakan bahwa perkembangan ekonomi saat ini sangat dinamis, terutama terkait dengan kondisi di AS pascapelantikan Presiden Donald Trump yang akan menerapkan kebijakan proteksionisme dan kenaikan harga komoditas global.

Untuk itu, dia mengatakan bahwa Kementerian Keuangan akan terus melakukan koordinasi agar realisasi APBN tidak terganggu perkembangan global meski saat ini situasi masih sesuai dengan asumsi makro.

Menurut dia, salah satu yang bisa menjadi kewaspadaan Kementerian Keuangan adalah terkait dengan asumsi harga ICP minyak yang meningkat seiring dengan kenaikan harga minyak dunia sepanjang 2017.

"Kalau kita lihat sekarang, ada kemungkinan dia akan meningkat rata-ratanya antara 45 dolar dan 50 dolar AS pada tahun ini. Potensi itu ada. Kita perhatikan secara serius," ujarnya.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017