Bujumbura (ANTARA News) - Saat dunia memperingati Hari Lepra pada Minggu (29/1), Burundi masih berjuang memerangi penyakit iti akibat pengungsi yang menyeberangi perbatasan dengan Tanzania dan Republik Demokratik Kongo (DRC), kata seorang pejabat kesehatan Burundi.

"Penyakit (lepra) ini ada di Burundi, tapi kasusnya berkurang. Pada 2016, sebanyak 420 kasus baru lepra dilaporkan di beberapa provinsi Burundi. Semua provinsi yang berbatasan dengan DRC dan Tanzania adalah yang paling terpengaruh," kata Dr. Thaddee Ndikumana, Kepala Program Terpadu Nasional bagi Pengendalian Lepra dan TB.

Menurut dia, semua kasus baru lepra itu muncul akibat "kontak fisik" antar-manusia, kebanyakan dari mereka pengungsi, di DRC dan di Tanzania, yang "jauh tertinggal" dalam upaya memerangi lepra, demikian laporan Xinhua.

Dr. Ndikumana menyatakan provinsi yang paling terpengaruh dan berbatasan dengan kedua negara tersebut meliputi Cibitoke, Bubanza, Bujumbura, Rumonge, Bururi, Makamba dan Rutana.

"Sayangnya, banyak pasien lepra menunda pergi ke instalasi kesehatan untuk memperoleh perawatan gratis," katanya.

Ia menekankan penyakit itu dapat diobati dengan cepat dan mudah jika pasien melapor ke lembaga kesehatan tanpa menunda-nunda.

Hari Lepra Dunia diperingati pada Minggu terakhir pada Januari.

Lepra, yang dikenal sebagai salah satu penyakit paling tua di dunia, adalah penyakit menular kronis yang menyerang sistem syaraf, terutama syarif di bagian yang lebih dingin di tubuh yaitu tangan, kaki dan wajah.

(Uu.C003)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017