Jakarta (ANTARA News) - Perekonomian global masih dapat dikatakan melesu, setidaknya jika dibandingkan sebelum terjadinya krisis finansial besar yang awalnya melanda negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa sejak tahun 2008 silam.

Bank Dunia juga memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi global juga hanya meningkat moderat menjadi sekitar 2,7 persen pada tahun 2017, meski diprediksi bakal ada sejumlah stimulus fiskal dari kebijakan yang kemungkinan bakal diterbitkan pemerintahan AS.

Sementara tingkat pertumbuhan di negara-negera berkembang secara keseluruhan diperkirakan bakal mencapai hingga 4,2 persen tahun ini dibandingkan 3,4 persen pada tahun sebelumnya.

Selain itu, laporan Bank Dunia juga mengkhawatirkan melemahnya pertumbuhan investasi di negara-negara berkembang, yang jatuh dari rata-rata pertumbuhan 10 persen pada 2010, menjadi hanya 3,4 persen pada 2015.

Hal tersebut diakibatkan antara lain hambatan yang menghalangi pertumbuhan yang dihadapi perekonomian negara-negara berkembang, termasuk faktor rendahnya harga minyak bumi, investasi asing langsung yang menurun, serta beban utang swasta serta risiko politik.

Namun di tengah sejumlah kondisi dunia yang tidak menggembirakan tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, pembangunan sektor kelautan dan perikanan berada di jalan yang benar yang terlihat dari jumlah ekspor yang terus meningkat sedangkan jumlah impor terus menurun setiap tahunnya.

"Meski ekspor-impor global sedang lesu, sektor perikanan Indonesia tetap tumbuh ekspornya, impornya tetap turun," kata Menteri Susi di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, 17 Januari 2017.

Menurut Susi, hal tersebut menyiratkan bahwa sektor yang terkait dengan kementerian yang dipimpinnya adalah "on the right track" (di jalan yang tepat).

Menteri Kelautan dan Perikanan meyakini, bila kondisi cuaca pada tahun 2017 ini membaik, maka produksi perikanan tangkap nasional juga bakal membaik.

Menteri Susi mengungkapkan bahwa sejumlah program pembangunan yang dilakukan pada 2017 bertujuan mengentaskan kemiskinan nelayan serta menargetkan agar pertumbuhan Produksi Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan tahun ini bisa mencapai angka 9 persen.

Sementara itu, Direktur Jenderal Peningkatan Daya Saing KKP Nilanto Perbowo mengatakan ekspor perikanan nasional mengalami peningkatan sebesar 4,96 persen.

"Saat ini pasar ekspor kita sedang bagus di Amerika Serikat dan Jepang," kata Nilanto dan menambahkan, jenis komoditas perikanan yang melejit di pasar ekspor di antaranya cumi, sotong, gurita, dan udang.

Dia mengungkapkan, untuk ekspor komoditas cumi, sotong dan gurita mencapai peningkatan 61,64 persen dibandingkan tahun sebelumnya, serta ekspor udang meningkat 5,86 persen.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto menyatakan regulasi yang dikeluarkan KKP terkait kapal angkut adalah dalam rangka mendorong semakin banyaknya ekspor perikanan.

"Kami telah ada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No 15/2016 tentang kapal angkut ikan hidup, setelah itu ada revisi Permen KP No 32/2016," kata Slamet Soebjakto.

Menurut dia, ada beberapa hal yang penting terkait revisi regulasi tersebut, seperti pemisahan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) khusus untuk ikan hidup, serta ukuran kapal angkut hingga maksimal 500 gross ton (GT).

Dengan ukuran kapal angkut yang besar tersebut, lanjutnya, dinilai akan membuat eksportir lebih leluasa dalam mengangkut ikan hidup ke sejumlah sasaran ekspor seperti China dan Hongkong.

Slamet juga mengungkapkan, sampai Desember 2016 telah diterbitkan sebanyak 21 SIKPI, yang terdiri atas SIKPI untuk kapal angkut feeder dalam negeri yang merupakan kapal Indonesia, dan 13 SIKPI untuk kapal angkut asing, yaitu untuk kapal yang melakukan ekspor baik ke China maupun Hongkong.

Dia menyakini bahwa KKP juga telah efektif dalam melakukan pengendalian mutu dan keamanan pangan, yaitu berdasarkan monitoring residu dari 4.192 sampel, ditemukan 99,89 persen bebas residu.


Berhasil Pertahankan

Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP juga dilaporkan berhasil mempertahankan angka penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra di bawah 10 kasus yang merupakan indikator kinerja utama BKIPM.

Kepala BKIPM KKP Rina di Jakarta, Rabu (11/1), menyatakan terkait peningkatan daya saing ekspor, BKIPM juga berhasil menambah perkembangan Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang memenuhi persyaratan ekspor pada periode tahun 2015-2016.

BKIPM berhasil memenuhi target jumlah UPI yang memenuhi persyaratan ekspor yaitu dari target sebanyak 575 UPI telah terealisasi sebanyak 663 UPI.

Dia mencontohkan, jenis UPI yang terdaftar di negara mitra di Kanada dari 159 pada tahun 2015 menjadi 171 pada 2016.

Sementara jenis UPI yang teregister di Uni Eropa dan Norwegia meningkat dari 208 pada 2015 menjadi 220 pada 2016, dan di China dari 423 pada 2015 menjadi 476 pada 2016.

Sedangkan rencana kerja BKIPM KKP tahun 2017 adalah kurang dari 10 penolakan ekspor asil perikanan per negara mitra, sebanyak 675 unit usaha perikanan yang memenuhi persyaratan ekspor, sebanyak 76 persen dari tingkat kepatuhan pelaku usaha kelautan dan perikanan, serta 10 persen peningkatan PNBP.

Untuk pengabdian kepada masyarakat, BKIPM menyelenggarakan Bulan Bakti Karantina dan Mutu Hasil Perikanan serentak di 47 UPT BKIPM, Bulan Bakti diisi dengan berbagai kegiatan seperti sosialisasi, publikasi, diseminasi dan edukasi kepada pemangku kepentingan.

Dukungan BKIPM dalam mewujudkan pilar kedaulatan yaitu dengan memberikan layanan dan pengawasan di wilayah perbatasan. Dari 40 lokasi pos lintas batas negara (PLBN), BKIPM telah hadir di 27 lokasi garda depan dari target sebanyak 30 lokasi.

BKIPM pada tahun 2017 memprioritaskan peningkatan layanan dan pengawasan di perbatasan dan SKPT pada 30 lokasi dari 41 perbatasan (PLBN dan Garda Batas) sesuai Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).

Kemudian, peningkatan layanan dan pengawasan di perbatasan dan SKPT, BKIPM juga akan mengimplementasikan single sertifikat karantina dan mutu hasil perikanan berbasis elektronik sertifikat.

Program prioritas lainnya antara lain penanganan pelanggaran dan penegakan hukum bidang perkarantinaan dan mutu hasil perikanan, akreditasi lembaga penguji dan inspeksi di 47 satuan kerja, dan pemetaan sebaran hama dan penyakit ikan karantina (HPIK) dan jenis ikan yang dilindungi di 220 lokasi kabupaten serta penjaminan produk perikanan ekspor pada 32 negara mitra.


Perluas Jangkauan

Pemerintah juga diharapkan dapat memperluas jangkauan pasar ekspor secara global guna memperbaiki kondisi neraca perdagangan Indonesia, kata Wakil Ketua Fraksi PKS DPR Bidang Ekonomi dan Keuangan, Ecky Awal Mucharam.

"Pemerintah diharapkan dapat meluaskan jangkauan pasar ekspor untuk memperbaiki surplus neraca perdagangan ke depan," kata Ecky.

Menurut dia, pemerintah sebaiknya jangan hanya berpuas diri dengan berbagai mitra perdagangan utama, sehingga disarankan juga perlunya diperkuat berbagai kebijakan strategis.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu mengusulkan perlunya diperkuat intelijensi pasar yang dapat memetakan kebutuhan pasar setiap negara.

"Kerjasama antara duta besar, BKPM, hingga diaspora Indonesia patut dipertimbangkan," ujarnya.

Ia mengutarakan harapannya agar fundamental neraca perdagangan dapat diperkuat. sepanjang 2016, neraca perdagangan Indonesia suplus sekitar 8,72 miliar dolar AS, yang terbantu lonjakan dari perdagangan nonmigas.

"Walaupun mencatat surplus, neraca perdagangan yang terbentuk belum sepenuhnya menunjukkan perbaikan fundamental, baik di sisi ekspor maupun impor. Sebab keduanya masih pertumbuhan negatif," katanya.

Meski demikian, Ecky menilai surplus neraca perdagangan menjadi kabar baik di tengah-tengah kondisi ekonomi global yang masih memunculkan ketidakpastian.

Oleh Muhammad Razi Rahman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017