Kairo (ANTARA News) - Liga Arab, Minggu, menyatakan keprihatinan atas perintah Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menghentikan kedatangan pengungsi dan warga tujuh negara berpenduduk sebagian besar Muslim.

Organisasi itu juga mengatakan pembatasan tersebut tidak dibenarkan.

Beberapa anggota Liga Arab masuk dalam daftar negara yang warganya terkena larangan itu.

Sementara itu, 300 penentang berkumpul di Bandar Udara Internasional Los Angeles (LAX) pada Sabtu malam untuk memperlihatkan kesetiakawanan kepada pengungsi dan pendatang Muslim, yang ditahan berdasarkan atas perintah Presiden Donald Trump "Muslim Ban".

Sambil meneriakkan "Trump harus pergi", "Tidak Trump, Tidak KKK, Tidak Ada Fasisme di USA", dan semboyan lain, kerumunan orang itu menyeru rakyat membangkang terhadap keputusan presiden pada Jumat, yang memberlakukan larangan bepergian 90 hari ke negeri itu oleh warga tujuh negara berpenduduk sebagian besar Muslim dan pembekuan 120 hari program pengungsi AS.

Sedikit-dikitnya tujuh warga negara asing ditahan di LAX dan diberitahu tidak lagi disambut, kata "Los Angeles Times" sebagaimana diberitakan Xinhua.

Harian tersebut menyatakan warga negara asing itu diperkenankan naik pesawat sebelum perintah tersebut berlaku.

Tuntutan pemrotes dikumandangkan oleh Wali Kota Los Angeles Eric Garcetti, yang pada Sabtu malam men-"tweet", "Los Angels akan selalu menjadi tempat buat pengungsi."

Acara menyalakan lilin dan protes dijadwalkan diselenggarakan pada Minggu.

Larangan perjalanan Trump, yang oleh banyak pihak digambarkan sebagai "Muslim ban", telah menyulut kebingungan dan kekacauan di seluruh negeri itu dan memicu keprihatinan serta kecaman dari seluruh dunia.

Penentangan serupa meletus di bandar udara banyak kota besar lain. Di Chicago, lebih dari 1.000 orang berkumpul di Bandar Udara OHare. Di Denver, Colorado, puluhan pemrotes berkumpul di luar bandar udara internasional untuk memperlihatkan dukungan buat pengungsi.

Itu adalah akhir pekan kedua unjuk rasa di Los Angeles setelah Trump diambil sumpahnya. Lebih dari satu juta orang hadir pada akhir pekan sebelumnya untuk mengikuti Womens March, demikian Reuters.

(G003/B002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017