Wadah pabrikan mobil di Indonesia, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), hingga pengujung Januari 2017 tak kunjung mengumumkan total volume industri otomotif baik berdasarkan pasar domestik maupun aktivitas ekspor. Padahal di tahun-tahun sebelumnya data semacam itu sudah bisa diakses sejak pertengahan Januari melalui laman resmi asosiasi yang mengusung nama Gaikindo sejak 1985 tersebut.

Dalam sebuah kesempatan diskusi bertemakan proyeksi pasar otomotif Indonesia 2017 di Jakarta, pekan keempat Januari 2017 lalu, Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, hanya mengungkapkan angka total volume pasar otomotif Indonesia sebesar 1.060.000 unit dan angka produksi mencapai 1.150.000 unit.

Meski demikian, Kukuh mengatakan pihaknya belum merilis data terperinci untuk kondisi pasar otomotif 2016 lalu.

Dengan angka 1.060.000 unit tersebut, maka total volume pasar otomotif Indonesia mengalami sedikit kenaikan sebesar 4,6 persen saja dan masih sesuai perkiraan Gaikindo yang memprediksi pasar 2016 berada di kisaran 1.050.000 hingga 1.100.000 unit.

Pencapaian pasar otomotif 2016 tersebut, menjadi momentum pertama pertumbuhan positif yang diraih setelah pada 2014 dan 2015 lalu pasar otomotif mengalami perlambatan.

Pada 2014, pasar otomotif hanya mencapai 1.208.019 unit tergelincir dari titik puncak 1.229.902 unit yang dihasilkan pada 2013, yang juga merupakan rekor volume pasar otomotif terbesar di Indonesia sepanjang sejarah.

Lantas harapan pasar otomotif membaik pada tahun 2015 tak terjadi, malahan semakin tergelincir jatuh ke angka 1.013.291 unit, alias turun 16 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Memasuki 2017, Gaikindo belum berani mematok target yang terlalu optimistis dan memilih jalur konservatif dengan perkiraan kenaikan sekira enam persen dan melampaui angka 1.100.000 unit, demikian menurut Kukuh.

"Ini target pertumbuhannya cukup konservatif, kalau optimistis bisa lebih dari itu," katanya, sembari memperkirakan pasar luar Jawa bakal menjadi faktor pendorong lewat pertumbuhan 16-22 persen di Bali-Lombok-Timor-Sulawesi, sementara Jawa hanya bertumbuh di kisaran 8,6 persen.

Dengan demikian, walau pasar otomotif 2017 diperkirakan akan lebih bergairah dibandingkan 2016, namun belum ada harapan untuk melampaui rekor yang sempat dicetak pada 2013 silam.

Lima faktor pendorong
Sementara Gaikindo mematok angka pertumbuhan enam persen, lembaga konsultan dan riset, Frost & Sullivan, memprediksi pertumbuhan pasar otomotif Indonesia hanya akan berkisar lima persen saja dengan volume 1,11 juta unit.

Wakil Presiden Senior bidang Transportasi Frost & Sullivan, Vivek Vaidya, memperhitungkan setidaknya ada delapan faktor penting yang akan mempengaruhi keberlangsungan pasar otomotif Indonesia, dengan lima di antaranya berperan sebagai faktor pendorong.

Frost & Sullivan memperkirakan setidaknya pasar otomotif Indonesia akan mengalami pertumbuhan 3,5 persen pada 2017, sebagai dasar perhitungan awal.

Lantas, faktor pertama yakni belanja pemerintah, terutama dalam pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur, dinilainya bisa menjadi stimulus bagi pasar kendaraan niaga dan akan menambahkan sekira 0,5 persen pertumbuhan pasar otomotif Indonesia.

Kedua, hadirnya beragam model-model baru diserta program-program promosi yang digelar oleh para pemegang jenama sepanjang 2017 akan berkontribusi sebesar 0,5 persen terhadap pertumbuhan pasar otomotif Indonesia.

Sejauh ini, PT Honda Prospect Motor (HPM) mengawali keluarnya produk-produk baru dengan meluncurkan New Mobilio 2017 pada 12 Januari lalu, diikuti TAM mengenalkan Toyota Kijang Innova Venturer serta All New Corolla Altis pada 16 Januari.

Kemudian pada 26 Januari PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) mengenalkan Suzuki New Carry Pick-Up, Jaguar XF Black Jack diperkenalkan dan Datsun GO Panca Special Version dimunculkan ke publik.

Sejumlah produk-produk baru juga bakal diperkenalkan, termasuk yang sudah pasti bakal hadir adalah andalan PT Krama Yudha Tiga Berlian (KTB) lewat Mitsubishi di subsegmen Low MPV yang model konsepnya, XM Concept sudah dipamerkan pada ajang pameran Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2016 silam.

Di ajang yang sama, Datsun juga memamerkan konsep dari Go-Cross yang bakal menjadi model ketiga mereka yang juga dipastikan bakal keluar pada 2017 ini.

Lantas di kelas premium terdapat 10 mobil baru dari PT Wahana Auto Ekamarga selaku pemegang merek Jaguar, Land Rover dan Bentley di Indonesia, yakni  Bentley Bentagya, Bentley Flying Spur V8 S, Bentley Flying Spur W12 S, Range Rover Evoque Long Base, Land Rover Discovery Generasi ke-5, Land Rover Discovery Sport, Land Rover Autobiography Dynamic, Jaguar XF Black Jack, Jaguar F Pace dan satu tipe Land Rover yang masih dirahasiakan.

Selanjutnya, faktor pendorong ketiga adalah sentimen positif sebagai wujud kembalinya kepercayaan pasar bakal menambah sekira 0,5 persen.

"Ketatnya perhatian pemerintah menjaga kondisi fiskal, sejumlah paket stimulus ekonomi serta program pengampunan pajak yang menuai pujian telah membantu mengembalikan kepercayaan pasar," kata Vaidya di Jakarta, Rabu (25/1).

Pertumbuhan penanaman modal oleh pihak swasta diyakini menjadi faktor pendorong pasar otomotif keempat, yang berkontribusi terhadap 0,5 persen pertumbuhan. Hal itu sekaligus diperkirakan bakal menekan angka kredit macet di tingkatan yang masih bisa dikendalikan.

Sementara faktor pendorong kelima adalah pertumbuhan ekspor, yang meski tidak terlalu signifikan namun positif, akibat masih belum menentunya harga komoditas, diperkirakan bakal menambah 0,5 persen pertumbuhan pasar otomotif Indonesia.

Angka 2,5 persen pertumbuhan tersebut, sayangnya bakal mendapat pengurangan sebagai akibat dari kenaikan tarif listrik serta harga bahan bakar yang diperkirakan bakal berdampak turunnya 1 persen pertumbuhan, sehingga hanya tersisa 1,5 persen dorongan.

Di sisi lain terdapat dua faktor lain yang dipertimbangkan Frost & Sullivan bakal berdampak terhadap pasar otomotif Indonesia, yakni pergerakan nilai tukar rupiah serta penempatan harga mobil-mobil yang dipengaruhi antara lain kenaikan tarif administrasi kendaraan.

Vaidya menilai dua faktor itu saat ini masih belum bisa diperkirakan dampaknya secara angka, sehingga pasar otomotif Indonesia secara keseluruhan akan mengalami pertumbuhan setidaknya lima persen, kecuali kedua faktor tersebut mengalami perubahan signifikan yang bisa menjadi dorongan atau sebaliknya hambatan.

LCGC, SUV tumbuh, MPV raja
Dalam kesempatan terpisah, Presiden Direktur PT Nissan Motor Indonesia, Antonio Zara, juga mengaku optimistis industri otomotif akan bertumbuh pada 2017, di tengah situasi politik yang bukan tidak mungkin menimbulkan banyak pertanyaan baik di kalangan pengamat maupun pelaku bisnis.

"Tapi semua itu hanya berdampak jangka pendek. Jika tidak terjadi sesuatu yang luar biasa, pasar otomotif Indonesia masih akan bertumbuh sekira 5-10 persen," kata pria yang lebih akrab disapa Toti itu di kantornya, Jumat (28/1).

"Dengan asumsi hal-hal fundamental dalam perekonomian tetap solid, harga-harga komoditas membaik, terjadi pergeseran sumber daya serta pemerintah memenuhi komitmennya untuk belanja dan mengeluarkan anggaran guna menstimulus perekonomian. Saya pikir itu semua akan mendorong pertumbuhan industri otomotif," ujarnya menambahkan.

Berkaitan dengan komposisi kontribusi masing-masing segmen yang ada, Toti meyakini pada tahun 2017 LCGC dan SUV tetap akan menjadi dua segmen dengan pertumbuhan paling signifikan secara volume penjualan, sementara MPV akan tetap menjadi segmen yang merajai total pasar otomotif Indonesia.

"LCGC, SUV akan menjadi segmen yang terus bertumbuh. MPV tetap akan menjadi segmen dengan pangsa terbesar. Itu semua tidak akan berubah banyak di tahun 2017," katanya.

Ditilik dari data penjualan terakhir Gaikindo Januari-November 2016, segmen LCGC telah menjual tak kurang dari 212.327 unit atau menyumbangkan 21,8 persen total pasar otomotif November yang mencapai 974.972 unit.

Hal itu tidak lepas dari respon positif pasar atas kehadiran dua model LCGC anyar berkapasitas tujuh penumpang yang dikeluarkan kakak beradik, PT Toyota Astra Motor dan PT Astra Daihatsu Motor, yakni Toyota Calya dan Daihatsu Sigra.

Meski baru diperkenalkan pada paruh kedua 2016, Calya dan Sigra mengusik dominasi dua saudara tua mereka, Agya dan Ayla, di segmen LCGC. Calya selama Juli-November 2016 terjual 39.768 unit atau meraup 17,3 persen pangsa pasar segmen LCGC, sementara Sigra pada periode yang sama meraup 26.289 unit atau 12,4 persen segmen LCGC.

Kehadiran Calya dan Sigra, praktis juga menggerogoti penjualan salah satu produk andalan NMI lewat merek Datsun, GO+ Panca, yang sebelumnya bermain sendirian di subsegmen LCGC tujuh penumpang, yang pada periode yang sama hanya menjual tidak lebih dari 3.557 unit.

Kemudian untuk segmen SUV, per Januari-November 2016 memiliki volume 175.728 unit. Meski hanya berkontribusi 18 persen dari total pasar otomotif pada periode tersebut, namun angka itu memperlihatkan pertumbuhan tidak kurang dari 37,5 persen dibandingkan 127.794 unit sepanjang 2015, dengan potensi penjualan bulan Desember yang belum dihitung dan berpotensi menambah besaran pertumbuhan segmen itu.

Sementara segmen MPV, sepanjang Januari-November 2016 telah terjual sebanyak 319.930 unit dan dengan asumsi penjualan rata-rata per bulan sekira 28.454 unit, maka segmen tersebut volumenya dapat mencapai 341.453 unit sepanjang 2016 atau naik sekira 6,7 persen dibandingkan 2015 sebanyak 312.999 unit.

Dengan volume 319.930 unit, MPV telah meraup 32,1 persen total pasar otomotif Januari-November 2016, alias yang terbesar, meningkat tipis dari 31,6 persen sepanjang 2015.

Tren, regulasi dan peluang
Kukuh menemukan setidaknya ada dua tren utama yang mau tidak mau harus diikuti industri otomotif Indonesia, jika menginginkan ada dorongan volume dari segi ekspor.

Pertama mengenai tren energi dan lingkungan, yang berkaitan erat dengan penggunaan, efisiensi serta gas buang dari bahan bakar mobil yang diproduksi di Indonesia.

Kedua, terkait tekonologi dan keamanan kendaraan yang standarnya semakin ketat dan tinggi baik di pasar global maupun Asia Tenggara, yang notabene menjadi salah satu tujuan utama ekspor mobil produksi Indonesia.

Terkait bahan bakar, Kukuh menilai pemerintah Indonesia harus segera serius berbenah dan memperhatikan mengenai penerapan standar bahan bakar berkualitas tinggi dengan emisi yang kian rendah. Sayangnya hal itu terkendala dengan kesiapan PT Pertamina (Persero) yang menyatakan baru bisa memastikan ketersediaan bahan bakar sesuai standar Euro 4 pada 2023 mendatang.

"Kita sudah menerapkan Euro 2 belasan tahun, kenyataannya bahan bakar yang ada saat ini tidak sepenuhnya Euro 2. Euro 2 masih permisif. Tetapi kalau sudah Euro 4 itu lebih sensitif, artinya bukan cuma regulasinya ditetapkan, tetapi harus dipastikan bahan bakar yang tersedia sudah memenuhi standar Euro 4," kata Kukuh.

Ia menyarankan pemerintah harus berani mengambil langkah progresi yakni penerapan penggunaan bahan bakar Euro 4 dengan tenggat waktu pelaksanaan dua tahun bagi mobil-mobil baru dan empat tahun bagi mobil-mobil yang sedang diproduksi.

Sementara itu terkait teknologi keselamatan, Kukuh menilai Indonesia dalam hal ini Kementerian Perhubungan belum banyak meningkat dibanding negara-negara yang lain.

"Dari Gaikindo, kami sudah mewacanakan harus mengikuti tren global. Sebelumnya, produksi domestik di Indonesia sebagian pabrikan sudah menyesuaikan dengan standar Asia Tenggara, walaupun belum diprasyaratkan oleh regulator," ujarnya.

"Di sisi lain, di Indonesia keselamatan belum disadari penuh pemahamannya oleh konsumen, airbag misalnya dilihat sebagai fitur kemewahan ketimbang fitur keselamatn yang seharusnya tersemat bawaan," kata Kukuh menambahkan.

Terkait wacana kendaraan rendah emisi karbon (LCE) yang tengah dikaji pemerintah, Kukuh menilai sebelum jauh melangkah ke sana pemerintah harus memikirkan kembali, sebab jika Euro 4 saja masih kesulitan untuk diterapkan apalagi LCE.

Kukuh juga menegaskan kembali niatan Gaikindo untuk menyederhanakan struktur pajak kendaraan di Indonesia, sekaligus memperjuangkan dipotongnya tarif pajak terhadap sedan, yang bukan hanya berdampak terhadap rendahnya penetrasi segmen tersebut di Indonesia tetapi juga sulitnya untuk memanfaatkan peluang ekspor.

"Padahal kalau kita ikut produksi sedan dalam jumlah yang massal, di Australia sana ada 1,2 juta unit pasar yang bisa dimasuki karena mereka sekarang semua impor dari luar. Tapi sulit, karena sedan di sini tidak berkembang dan kesulitan dikembangkan. Belum lagi kalau menilik standar bahan bakar," pungkasnya.
Oleh
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017