Kalau memang proyek pemerintah ini menguntungkan warga Muara Angke, harus kita dukung yang penting adil dan semua terkendali. Mana warga yang perlu dibantu untuk didorong lebih maju."
Jakarta (ANTARA News) - Mayoritas warga dan nelayan Muara Angke, Jakarta Utara secara umum dilaporkan mendukung atau tidak mempersoalkan proyek reklamasi, menyusul pemaparan utuh tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) proyek itu dari perwakilan pemerintah dan pengembang PT Muara Wisesa Samudra (MWS) di Jakarta, Selasa malam (31/1).

Chief Executive Officer PT MWS, Halim Kumala, saat dihubungi di Jakarta, menyatakan, secara umum proses sosialisasi Amdal berjalan lancar. "Acaranya sukses. Ada yang pro dan kontra semua kami tampung," ungkap Halim. Menurutnya, sekitar 90 persen masyarakat Muara Angke mendukung reklamasi.

Namun, mereka meminta agar pemerintah dan pengembang memperhatikan kesejahteraan masyarakat dan tidak melakukan penggusuran. Pengembang sendiri sama sekali tidak ada program penggusuran.

Dia juga mengaku, acara sosialisasi Amdal reklamasi memang sempat diwarnai unjuk rasa oleh beberapa orang mahasiswa dari Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) SEBI, Depok, Jawa Barat. Mereka menyampaikan penolakan terhadap reklamasi. Meski begitu, kondisi ini secara umum tak mengganggu jalannya acara.

Halim menilai, tuntutan mahasiswa yang menolak sosialisasi salah alamat karena MWS sebagai pengembang hanya melaksanakan salah satu ketentuan penyusunan Amdal yang diatur pemerintah. "Saya ada di lapangan semalam berbaur dengan mahasiswa. Mereka hanya berorasi dan nyanyi-nyanyi. Tidak ada ketegangan," katanya.

Project Director MWS Andreas Leodra menambahkan, sosialisasi Amdal ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan MWS untuk menyempurnakan Amdal Pulau G sebagaimana ketentuan dari pemerintah.

Penyempurnaan Amdal dilakukan untuk menyesuaikan proyek pulau reklamasi dengan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang baru dibentuk dan kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pantai Utara Jakarta yang juga tengah disusun pemerintah DKI dan Kementerian Lingkungan Hidup.

"Amdal Pulau G sudah ada dan masih berlaku sampai saat ini. Amdal baru ini merupakan penyempurnaan dari Amdal lama karena harus menyesuaikan dengan kajian NCICD dan KLHS. Kami selalu mengikuti arahan dan aturan dari pemerintah," kata Andreas.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia DKI Jakarta, Yan Winata Sasmita, mengaku sudah sekitar 18 kali mengikuti acara sosialisasi Amdal yang sejenis dengan acara semalam.

Ia pun akhirnya menerima pemaparan yang dilakukan pengembang dan pemerintah dengan berbagai syarat.

Salah satunya, Yan meminta agar pemerintah dan pengembang menepati komitmen yang sudah disampaikan dalam acara sosialisasi. "Untuk itu mari kita awasi bersama," kata Yan saat berbicara di depan beberapa mahasiswa yang menolak reklamasi.

Rais Abdullah, salah satu tokoh pemuda yang turut berbicara di depan mahasiswa juga mengaku menerima penjelasan yang dilakukan pengembang.

Ia menyatakan selama ini masyarakat hanya khawatir terhadap penggusuran.

Haji Warnita, salah satu tokoh nelayan lain yang hadir juga berharap hal yang sama. Ia pun mengajak warga bersama-sama mengawasi dan memastikan reklamasi sesuai dengan komitmen pemerintah dan pengembang.

"Kalau memang proyek pemerintah ini menguntungkan warga Muara Angke, harus kita dukung yang penting adil dan semua terkendali. Mana warga yang perlu dibantu untuk didorong lebih maju," ungkapnya.

Ia juga meminta pengembang dan pemerintah turut memperhatikan soal banjir yang kerap terjadi di Muara Angke. Pada masa bulan purnama, kawasan Muara Angke kerap dilanda banjir rob dari laut yang sangat mengganggu aktivitas warga.

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017