Jakarta (ANTARA News) - Kaum konservatif di media sosial meluncurkan upaya untuk memboikot Starbucks setelah CEO perusahaan itu berjanji untuk mempekerjakan 10.000 pengungsi.

Pengumuman Starbucks itu bertujuan mengkritik Presiden Donald Trump yang menghentikan program pengungsi AS dan memblokir masuknya pengunjung dari tujuh negara dengan mayoritas penduduk Muslim.

Boikot terhadap Starbucks pun menjadi tren di Twitter dengan hashtag #BoycottStarbuks, seperti akun Missouri 4 TRUMP yang mengatakan "Siapa saja yang muak dengan CEO @Starbucks yang mendorong agenda politiknya melalui kopi dan di bawah tenggorokan kita? #BoycottStarbucks"

Ada juga yang mengunggah foto tangkapan layar (screenshot) yang menunjukkan konfirmasi penghapusan aplikasi Starbucks yang disertai cuitan "Saya telah menghancurkan "Kartu Gold" @Starbucks, dan saya telah menghapus aplikasinya! #BoycottStarbucks, lebih dari seribu (dolar AS) yang saya habiskan di sana per tahun, tinggal kenangan!" (Baca juga: Aplikasi Starbucks AS tambah perintah suara)

Beberapa orang mengeluhkan, Starbucks sebaiknya mempekerjakan veteran dari pada pengungsi, namun perusahaan itu sudah memiliki program tersebut yang mempekerjakan veteran dan pasangannya.

Beberapa waktu kemudian, hashtag #DrinkStarbucksToFightBigotry muncul, yang kemudian juga menjadi tren, untuk melawan #BoycottStarbucks.

Salah satunya akun #NoBanNoWall yang berkicau "Saya pikir ini saatnya meminum lebih banyak Starbucks. Mereka membuat penyataan akan mempekerjakan para pengungsi! #DrinkStarbucksToFightBigotry".

"Mulai besok saya akan bekerja DENGAN BANGGA mengenakan apron hijau @Starbucks #DrinkStarbucksToFightBigotry

Bahkan ada netizen pendukung Starbucks yang menulis menggunakan #BoycottStarbucks. "Sangat semangat untuk minum Starbucks #DrinkStarbucks sekarang karena ada #BoycottStarbucks. Artinya antrean lebih pendek! orang rasis pemarah jadi lebih sedikit! pekerjaan untuk pengungsi! demikian seperti dilansir laman The Huffington Post.

Penerjemah: Try Reza Essra
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017