Yogyakarta (ANTARA News) - Tim mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mengembangkan obat herbal berbahan daun meniran (Phyllantus Niruri L) dan daun mangsi atau imer (Securinega Virosa) untuk menyembuhkan inflamasi atau peradangan akibat cedera atau infeksi.

"Imer dan meniran merupakan tanaman liar yang banyak terdapat di Indonesia. Kedua tanaman ini dikenal dapat mengobati radang atau bengkak," kata ketua tim mahasiswa UGM Apriliyani Sofa Marwaningtyas di Yogyakarta, Kamis.

Menurut dia, daun imer memiliki kandungan senyawa securinine tinggi yang dapat menurunkan inflamsi. Sementara daun meniran mengandung senyawa filantin yang terbukti memiliki aktivitas anti-inflamasi dan menguatkan imunitas.

"Ekstrak daun meniran dan daun imer ini bisa mengobati bengkak. Namun, obat herbal ini spesifik kami tujukan untuk inflamasi penyakit kronis seperti kanker, transplantasi, dan auto-imun," katanya.

Ia mengatakan, pengembangan anti-inflamasi ini bermula ketika dirinya mengalami bengkak di kaki. Dirinya kemudian mendatangi tukang pijat tradisional untuk mengobati bengkaknya.

"Setelah dipijat, bagian kaki yang bengkak ditempel dengan tumbukan daun, dan bengkaknya berkurang dengan cepat. Bengkaknya bisa mengempis dalam satu hari," katanya.

Apriliyani berusaha mencari tahu tanaman yang digunakan. Ternyata tanaman yang digunakan merupakan daun imer yang mengandung securinine yang berkhasiat untuk mengobati peradangan.

"Kami kemudian mengkombinasikan daun imer dengan daun meniran yang memang terkenal digunakan sebagai anti-inflamasi," katanya.

Menurut dia, penelitian kemudian dilakukan dengan mengekstrak kedua daun tersebut. Selanjutnya ekstrak diujikan pada tikus yang sebelumnya telah diinduksi dengan senyawa inflamasi pada bagian kakinya.

Tikus yang telah dibengkakkan kakinya diinjeksi per oral selama 14 hari. Sebanyak 30 tikus digunakan dan dibagi ke dalam enam kelompok kontrol termasuk dengan bahan pembanding obat-obatan kimia.

"Kaki tikus yang diberikan eksktrak meniran dan imer bengkaknya bisa turun secara signifikan," katanya.

Ia mengatakan, hasil optimal diperoleh dengan aplikasi obat anti-inflamasi dengan komposisi 24 miligram imer dan 6,25 miligram meniran.

Selain melakukan uji secara in-vivo pada tikus, dalam penelitian yang dilakukan pada Januari-Agustus 2016 juga dilakukan uji in-silico untuk mengetahui mekanisme daun imer dan meniran dalam menghambat inflamasi.

"Hasilnya menunjukkan bahwa senyawa securinine dan filantin mampu menghambat ensim cox-2 yang menimbulkan inflamasi," katanya.

Anggota tim mahasiswa UGM Nadia Khairunnisa mengatakan penelitian terkait penggunaan daun meniran dan imer secara bersamaan untuk obat inflamasi ini merupakan pertama kali di lakukan di dunia.

Selama ini, menurut dia penelitian baru dilakukan hanya pada meniran atau imer saja, belum berupa kombinasi keduanya. Di jurnal ilmiah dalam maupun luar negeri belum ada penelitian yang mengkombinasikan antara meniran dan imer.

"Obat anti-inflamasi yang diberi nama Nutrasetikal Imer Meniran atau disingkat Nu Imran ini diharapkan dapat menjadi alternatif bagi masyarakat dalam pengobatan inflamasi," katanya.

Selain Apriliyani dan Nadia, tim mahasiswa UGM itu juga beranggotakan Dea Amelia K, Ahmad Eko P, dan Ragil Anang.

Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017