Ambon (ANTARA News) - "Stop berita bohong!", begitu kata Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan pada puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Kota Ambon, Maluku, Kamis.

Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo menyebut, berita bohong atau palsu alias "hoax" yang merebak akhir-akhir ini, menyeruak sejak dua setengah tahun terakhir ini, dan menjadi salah satu topik utama pembahasan dalam rangkaian acara HPN ke-32 tahun ini.

Kepala Negara menegaskan kepada semua pihak untuk menghentikan penyebarluasan berita bohong, fitnah, atau yang memecah belah masyarakat.

Di satu sisi Presiden menyampaikan bahwa ada "trending topic" atau topik yang paling banyak dikomentari dalam media sosial, tetapi justru itu yang dipakai sebagai bahan berita di media massa, tanpa verifikasi terlebih dahulu apakah berita itu benar atau tidak benar.

Media arus utama (mainstream) sebagaimana media-media massa yang ada sebenarnya harus meluruskan yang bengkok-bengkok dan tidak larut dalam pemberitaan yang tidak terverifikasi tersebut.

Walaupun media sosial menggempur media arus utama, tetapi harus dihadapi dengan baik.

Antara media sosial dan media arus utama memiliki keunggulan masing-masing. Media sosial menonjol karena kecepatannya sedangkan media arua utama menonjol pada akurasi dan kedalaman materinya.

Media sosial dipakai hampir semua pengguna telepon pintar, entah masyarakat umum hingga pejabat negara.

Digitalisasi media komunikasi telah membuat setiap individu menjadi produsen berita.

Ini menjadi kegandrungan baru di kalangan masyarakat, sekarang semua main media sosial, bupati, wali kota, gubernur, menteri, hingga presiden.

Semua main media sosial, ada yang senang twitter, facebook, instagram, path. Semua gandrung media sosial.

Kepala Negara meyakini media arus utama dapat bertahan meskipun digempur oleh kekuatan media sosial.

Bukan hanya Indonesia tetapi seluruh dunia menghadapi.

Setiap saat di media sosial terjadi kebanjiran berita, ada yang obyektif, baik, tetapi banyak juga yang bohong, membuat gaduh, penuh caci maki, bahkan mengancam persatuan bangsa.

Presiden pun menyampaikan keyakinannya bahwa kondisi itu akan mematangkan bangsa Indonesia sehingga tahan uji.

Ini fenomena semua negara meskipun ada pula satu per satu media arus utama yang tidak bisa beradaptasi di seluruh dunia mulai berguguran.

Jokowi menceritakan media sosial juga memusingkan pemerintah. Saat melawat ke berbagai negara, Jokowi mendengar langsung dari perdana menteri, presiden yang dia temui, semua mengeluhkan. Kalau media mainstream masih bisa diajak bicara tapi media sosial siapa yang bisa memagari.

Presiden mengakui saat ini jagat media mainstream sedang menghadapi merebaknya fenomena media sosial.

Lawan
Para wartawan media arus utama mengatakan wartawan berkomitmen melawan "hoax".

Sebagaimana disampaikan oleh Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo bahwa tugas utama jurnalis adalah menyampaikan kebenaran. Kebenaran ini dicemari oleh berita hoax. Wartawan melawan kondisi ini.

Apalagi "hoax" tidak hanya menyebarkan kebohongan tetapi juga menebar kebencian, fitnah, dan ketidakpercayaan, termasuk kepada lembaga publik.

"Hoax" dibuat dalam situs-situs yang seolah-olah situs berita lalu disebarluaskan ke berbagai media sosial.

Media sosial tidak lagi hanya sebagai media untuk menyampaikan status, pertemanan, atau berbagi untuk silaturahmi, dan menyampaikan kenangan tetapi berubah menjadi penyebarluasan berita-berita yang belum terverifikasi kebenarannya.

Ada banyak orang menjadi korban dari media dunia maya ini. Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono sendiri mengaku merasa jadi korban dengan fitnah dari berita "hoax" yang menyebutkan dia akan mengebom Istana Merdeka, melakukan makar, dan orang di balik aksi unjuk rasa akhir-akhir ini.

Masyarakat pers tentu saja tak akan membiarkan "hoax" terjadi terus-menerus.

Oleh karena itu, media arus utama harus berperan aktif menyampaikan kebenaran dengan pemberitaan oleh wartawan yang punya kompetensi dan memegang teguh kode etik profesi.

Fungsi pers sebagai "watchdog" harus berlandaskan pada kebenaran dan etika profesi.

Dalam rangka itulah, katanya, Dewan Pers mendorong proses verifikasi yang pelaksanaannya dibantu oleh serikat perusahaan pers melakukan verifikasi secara berkelanjutan.

Pada tahap awal, Dewan Pers telah memverifikasi 77 perusahaan pers, terutama yang telah menandatangani Piagam Palembang pada HPN 9 Februari 2010.

Presiden Jokowi mengapresiasi upaya Dewan Pers untuk melakukan verifikasi tersebut terhadap media cetak dan media elektronik.

Dengan verifikasi itu, dapat diketahui media mana yang bisa dijadikan rujukan.



Kominfo

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai regulator atas maraknya beragam media komunikasi digital juga telah melakukan berbagai upaya.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Kominfo Rosarita Niken Widiastuti, misalnya, mengajak pers proaktif menyikapi "hoax" yang meresahkan itu.

Keberadaan pers sangat penting dalam kehidupan negara Indonesia karena merupakan salah satu pilar demokrasi selain lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif.

Pers nasional merupakan tempat masyarakat untuk menyampaikan aspirasi sehingga kebebasan tentunya mendapatkan tempat terhormat melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

UU tersebut mengakomodir tentang kebebasan pers yang merupakan wujud kedaulatan rakyat dan media, khusus media "mainstream"masih mendapat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat.

Pers menjaga perdamaian sehingga ketika ada informasi yang menyesatkan maka pers dan media harus bisa benar-benar menjaga perdamaian.. Jika ada informasi yang menyesatkan, itu harus diluruskan.

Niken menganalisis bahwa saat ini komunikasi massa mengalami perubahan ke pola komunikasi 10 ke 90 yakni 10 persen mempunyai informasi, tetapi 90 persen orang dengan sukarela langsung menyebarkan tanpa ditelusuri.

Tentunya dalam mengatasi kondisi tersebut perlu bijak menggunakan media sosial dalam menyebarkan atau tidak menyebabkan informasi yang terima.

Akibat banyaknya berita bohong, tak jarang menimbulkan gejolak sosial bahkan bentrok horizontal.

Untuk itu pers harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip pers sebagai penjaga kebenaran dan demokrasi.

Wartawan merupakan ujung tombak menangkal berita bohong yang makin banyak beredar di media sosial dengan melaksanakan tugasnya dengan profesional sesuai kode etik jurnalistik.

"Hoax" bukanlah produk jurnalistik namun seringkali dikaitkan dengan pemberitaan.

Oleh karena itu wartawan harus bisa menangkalnya dan memberikan informasi yang benar kepada masyarakat sesuai dengan kode etik jurnalistik.

Informasi yang benar sekalipun harus tetap mempertimbangkan manfaat bagi masyarakat, karena produk jurnalistik pada akhirnya harus bisa memberikan kebaikan kepada masyarakat.

Oleh Budi Setiawanto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017