Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meminta PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. agar segera merealisasikan investasinya guna memenuhi kebutuhan bahan baku di dalam negeri sehingga dapat mengurangi impor.

"Saat ini, kapasitas kita untuk menghasilkan cracker hanya 900 ribu ton per tahun, sedangkan Singapura 3,8 juta ton dan Thailand 5 juta ton. Jadi, awalnya Chandra Asri mau selesai bangun pabriknya itu tahun 2026, tetapi kami minta tahun 2021 sudah bisa beroperasi," kata Airlangga melalui keterangan tertulis, Minggu.

Rencananya, industri petrokimia terbesar dan terintegrasi di Indonesia tersebut akan menggelontorkan dana sebesar USD6 miliar atau Rp80 triliun untuk peningkatan kapasitas produksi.

Menurut Airlangga, salah satu langkah yang juga mampu mendorong percepatan pada pertumbuhan industri nasional, yakni upaya perluasan usaha dari sektor yang telah ada di Indonesia.

"Karena mereka yang existing sudah punya kapasitas, sumber daya dan mengetahui pasar," imbuhnya.

Dalam mendukung terlaksananya ekspansi itu, Airlangga menyatakan, Kementerian Perindustrian akan memfasilitasi perusahaan dengan kode saham TPIA tersebut untuk memperoleh insentif fiskal seperti tax allowance atau tax holiday.

"Berarti investasinya perlu dimulai tahun ini," ujarnya.

Di samping itu, Airlangga menyampaikan, pemerintah bakal memberlakukan bea masuk safeguard apabila terjadi banjir impor produk sejenis akibat dumping dari negara asalnya. Tindakan ini menjadi salah satu bentuk perlindungan bagi industri dalam negeri.

"Kita harus bisa lebih berani, biar fair trade," tegasnya.

Sementara itu Vice President Corporate Relations PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Suhat Miyarso menjelaskan, sebagai tahap pertama di tahun 2017, perseroan akan menanamkan investasi sebesar USD150 juta.

"Kami akan menambah kapasitas butadiene sebanyak 50 ribu ton per tahun dan polietilene 400 ribu ton per tahun," sebutnya.

Suhat mengatakan, penambahan kapasitas produksi tersebut difokuskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Misalnya, kebutuhan untuk ethylene tahun ini sebanyak 2 juta ton per tahun, sedangkan yang baru bisa dipenuhi dari dalam negeri sebanyak 860 ribu ton atau sekitar 40 persen," ungkapnya.

Sebagai satu-satunya produsen lokal naphtha cracker, Chandra Asri optimis bisa memasok permintaan pasar lokal. Sebab, fasilitas baru nanti diproyeksikan dapat menghasilkan sebanyak 1,8 juta ton per tahun atau dua kali lipat dari kapasitas produksi saat ini sebesar 900 ribu ton per tahun. Sementara, kebutuhan dalam negeri sekitar 1,6 juta ton per tahun.

Perusahaan yang memiliki fasilitas penunjang di Cilegon dan Serang, Banten ini menghasilkan bahan baku plastik dan kimia yang digunakan untuk produk kemasan, pipa, otomotif, elektronik, dan lain-lain.

Proyek strategis nasional Pada kesempatan yang sama, Menperin juga mengungkapkan, pemerintah tengah mempercepat pelaksanaan proyek strategis nasional (PSN). Dalam hal ini, Kemenperin mengusulkan sejumlah pembangunan kawasan industri agar masuk daftar PSN.

Beberapa di antaranya adalah kawasan industri di Dumai dan Tanjung Buton, Riau. Selanjutnya, kawasan industri di Berau-Kalimantan Timur, Gresik-Jawa Timur, Kendal-Jawa Tengah, dan Serang-Banten.

Kemenperin juga mengajukan pengembangan pesawat kapasitas 50 penumpang N245 dan kapasitas 80 penumpang R80 sebagai PSN.

Pesawat N245 akan digarap oleh PT Dirgantara Indonesia bersama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Sedangkan, pesawat R80 dikerjakan PT Regio Aviasi.

Menurut Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan, dua proyek pesawat tersebut diperkirakan menelan biaya sekitar USD180-200 juta.

Dengan dimasukkannya proyek pesawat N245 dan R80 ke dalam PSN, diharapkan bisa meminimalkan risiko dalam pengembangan.

"Karena permintaannya besar sekali, demand di dunia saja sebanyak 800 unit per tahun, sedangkan domestiknya bisa sekitar 120 unit setahun," tuturnya.

Kebijakan penambahan daftar PSN ini bakal ditempuh melalui revisi Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

"Tinggal tunggu revisi Perpres, kami berharap proyek strategis yang kami usulkan dapat disetujui oleh Bapak Presiden Joko Widodo secepatnya. Untuk kedua pesawat tersebut, pengembangannya ditargetkan selesai tahun 2020 dan dapat diuji coba,” papar Putu.

Pewarta: Try Reza Essra
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017