Jakarta (ANTARA News) - Pembangunan Tanggul A di Teluk Jakarta dinilai mendesak untuk mengantisipasi dan mengatasi tren peningkatan banjir air laut (rob) di wilayah Jakarta Utara.

"Pembangunan Tanggul Laut Tahap A sudah mendesak jika kita tidak ingin objek-objek vital di Jakarta tenggelam oleh rob. Ini harusnya sudah 10 tahun lalu dilakukan," kata aktivis lingkungan, Emmy Hafidz saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Menurut Emmy, ancaman banjir rob akan terus membesar dan tidak bisa dibiarkan sebab jika tidak ditangani segera maka beberapa objek strategis seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara Karang di Jakarta Utara berkapasitas 7.900 GWh, bisa terganggu.

Dia menilai bahwa banjir rob di wilayah Jakarta kian meninggi karena permukaan tanah terus turun akibat penggunaan air tanah yang berlebihan. Setiap tahun, muka tanah di Pantai Utara (Pantura) Jakarta turun rata-rata delapan sentimeter, bahkan di beberapa lokasi mencapai 17 sentimeter.

"Akibatnya, Jakarta selalu terancam banjir rob di setiap terjadi pasang air laut pada masa bulan purnama," katanya.

Bahkan, katanya, ancaman Jakarta tenggelam semakin besar jika banjir rob disertai dampak pemanasan global yang menaikkan permukaan air laut dan berdasarkan simulasi yang pernah dilakukan, dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan Teluk Jakarta akan menjadi kawasan yang harus ditinggalkan (abandoned) jika pemerintah tak melakukan langkah adaptasi yang cepat.

Tanggul Laut Tahap A merupakan tahap pertama dari tiga tahap dalam Proyek Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), yang dulu dikenal sebagai Tanggul Laut Raksasa.

Pengembangan Tanggul Laut Tahap A yang berbarengan dengan reklamasi 17 pulau akan membuat proyek ini berjalan efektif di tengah keterbatasan dana pemerintah.

Pemerintah menghitung proyek NCICD membutuhkan dana 40 miliar dolar AS. Jumlah ini belum termasuk biaya perbaikan lingkungan Teluk Jakarta akibat pencemaran logam berat dan upaya pemerintah mempertahankan permukaan air tanah agar tidak terus turun.

Menurut dia, semua kota besar di pinggir laut seperti Hongkong, Osaka, Singapura, Dubai, dan Miami melakukan reklamasi. Dengan demikian, area pantai akan menjadi kawasan wisata atau komersil yang dapat dinikmati warga maupun turis serta menjadi pusat ekonomi baru yang menghidupi kota dan warganya.

Namun, Emmy mengingatkan agar pemerintah melibatkan seluruh pemangku kepentingan, terutama warga masyarakat untuk meningkatkan rasa kepemilikan warga terhadap seluruh rencana ini.

Data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta mencatat pemerintah telah menerbitkan izin 17 pulau reklamasi kepada sembilan pengembang. Pulau-pulau tersebut diberi nama berdasarkan alfabet dari A hingga Q.

Sejumlah pulau kini sudah menjadi ekosistem dan pusat aktivitas baru. Di antara pulau-pulau hasil reklamasi yang sudah digunakan adalah Pelabuhan Peti Kemas Tanjung Priok (New Priok) Tahap I yang dikelola PT Pelindo II (Pulau N).

Pelabuhan itu sudah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo tahun lalu. Ada pula Kawasan Ekonomi Khusus Marunda (sebagian Pulau O,P, dan Q), serta taman wisata Jaya Ancol (Pulau K).

Bahkan, Pelindo II saat ini sedang melangsungkan reklamasi New Priok Tahap II dan III dengan luasan sekitar 200 hektare atau 20 persen dari jatah yang diberikan. New Priok II dan III ini rencananya akan berkapasitas masing-masing 1,5 juta TEUs, sehingga kapasitas total tiga terminal baru mencapai 4,5 juta TEUs.

(E008)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017