Kapuas Hulu, Kalbar,  (ANTARA News) - Petani Dusun Nangga Bian, Desa Tua Abang, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, untuk pertama kalinya menerapkan cara bertani tanpa membakar lahan.

Meski semula sejumlah petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Lulung Betuah ragu akan hasil yang akan diperoleh, ternyata hal itu tak terbukti. Setelah empat bulan delapan hari berlalu, hasil padi dengan metode tanpa bakar lahan membuktikan hasil produksi dua kali lipat dari sebelumnya. Hal itu terlihat dari hasil panen perdana oleh sejumlah petani di dari daerah tersebut.

Pola berladang petani Bian tersebut selain mengedepankan berladang tanpa membakar lahan dan berpindah seperti kebiasaan-kebiasaan petani sebelumnya, juga memiliki konsep berladang secara organik dan tumpang sari.

Keberhasilan panen perdana dengan hasil memuaskan di area demplot seluas 2.000 meter persegi tersebut tidak terlepas dari pemberdayaan, pembinaan dan pendampingan melalui program tanggung jawab sosial PT. Pramitra Internusa Pratama (PIP) yang merupakan bagian dari Golden Agri-Resources, induk perusahaan PT SMART Tbk. Didampingi fasilitator yang didatangkan PT PIP, petani padi darat mampu menerapkan pola baru dalam berladang dengan hasil lebih baik dari sebelumnya.

Cornelia Romina (32), salah seorang anggota Kelompok Tani Lulung Betuah, menuturkan pengalamannya saat berladang selalu berpindah - pindah. Untuk pembersihan lahan setelah dibabat, selalu dibakar karena dengan cara itu di masa lalu proses pengerjaan lahan dianggapnya praktis dan cepat.

"Saat saya menerapkan cara baru ini semula saya ragu. Bahkan ada yang mengatakan kalau berladang tanpa bakar itu mustahil berhasil. Kita bersyukur dugaan pesimistis tidak terbukti dengan hasil saat ini," ujarnya di sela panen perdana di Kapuas Hulu, Senin (13/2).

Cornelia menceritakan di awal program dalam sekolah lapang padi darat binaan PT PIP di dalam demplot tersebut sebelum dijalankan, para petani diberikan sosialisasi oleh perusahaan yang didukung dan difasilitasi oleh pemerintah desa. Setelah sosialisasi para petani diberikan materi pembekalan dan praktik lapangan.

"Kita diajarkan cara-cara bertani dengan pola baru yang ramah lingkungan. Kita membuat pupuk padat dan cair dari lingkungan sekitar secara alami baik dari dedaunan maupun kotoran hewan. Bedanya lagi lahan yang kami garap tidak dibakar. Dengan pola ini lahan dcangkul," kata dia.

Penyiapan lahan dengan dicangkul yang semula ia anggap sulit lama-lama dapat diatasi. Sementara untuk penyediaan pupuk organik menurutnya tidak terlalu susah.

"Karena cara ini berhasil, saya pribadi dan anggota kelompok lainnya akan menerapkan pola bertani baru. Cara ini tentu akan membantu dalam menghasilkan gabah. Sebelumnya untuk makan sehari - hari selama setahun dari hasil panen di area 3- 5 hektare yang garap tentu tidak cukup," kata dia.

Meyakinkan Petani
Sementara itu, Fasilitator Lapangan yang ditunjuk PT PIP dalam mendampingi petani Bian, Pasta Ginting menjelaskan pola bertani tanpa bakar lahan pada tahap awal penerapannya mendapat sedikit tantangan. Namun berkat kerja keras tim dan dukungan berbagai pihak, proses sosialisasi dan meyakinkan masyarakat petani Bian berbuah manis. Pada tahap awal sejumlah petani menyatakan siap bergabung belum banyak. Dari 25 petani yang bersedia berpartisipasi, di tengah jalan hanya tersisa 14 orang yang melanjutkan program.

"Meyakinkan petani itu yang sulit untuk mengubah pola bertani mereka dari sebelumnya terutama dalam hal pembukaan lahan. Sebelumnya dibakar, kini dibabat dan baru dicangkul. Proses cangkul dan pemberian pupuk alami itu yang baru mereka lakukan," kata dia.

Ginting memaparkan di pola baru pupuk yang digunakan adalah secara organik yang dibuat oleh petani itu sendiri dan memanfaatkan alam sekitar seperti dedaunan dan kotoran. Sementara untuk pestisida tetap mengadopsi kearifan lokal setempat yakni dengan cara menggantung botol berisi air belacan untuk memancing serangan dan hama lainnya. Selain itu petani juga mengisi air berwarna warni di kantong plastik kemudian di permukaannya diberikan lem dan digantung di area ladang. Di pinggir - pinggir ladang ditanami bunga tahi ayam. Semua dilakukan untuk memancing perhatian hama dan serangga sehingga padi yang ditanam tidak rusak karena semua jenis serangga dan lainnya terjebak di perangkap-perangkap yang dibuat tersebut.

Ia menjelaskan untuk aneka tanaman tumpang sari yang ditanam di ladang petani berupa tanaman jahe, kedelai, jagung dan kucai. Tumpang sari dikelola untuk membantu petani menunggu masa panen padi sehingga mereka tetap memperoleh penghasilan.

"Kegiatan ini tentu membantu perekonomian keluarga. Praktik tanam tumpang sari tentu baru juga bagi mereka," papar dia.

Manfaatkan Pekarangan
Tidak hanya program berladang tanpa membakar lahan, warga Dusun Bian khususnya bagi kalangan ibu rumah tangga juga dilibatkan dalam bercocok tanam aneka sayuran dengan memanfaatkan pekarang sekitar rumah.

Sebelumnya, warga Bian memenuhi kebutuhan sayur setiap hari mereka dengan harus membeli dari penjual yang masuk ke desa-desa. Kini warga desa setempat tidak perlu lagi membeli sayur dan hanya tinggal memetik di pekarangan rumah.

"Dulu kita untuk makan sayur harus beli. Meskipun ada juga masyarakat bertanam sayur di ladang tapi itu sedikit. Intinya beli juga. Namun sekarang penjual sayur tidak ada lagi masuk di kampung kita karena semua sudah ada kebun sayur," ujar koordinator pelaksanaan kebun sayur Kelompok Tani Lulung Betuah, Yanti.

Yanti memaparkan adapun jenis sayur yang anggota kelompoknya tanam yakni kacang panjang, sawi, terong, tomat, cabai dan sayur lainnya.

"Kita menanam sayur juga secara organik tanpa mengunakan bahan kimia. Untuk pupuk kita dengan mengunakan kompos sebagaimana yang telah diajarkan ke kita dari PT PIP. Adanya program ini meski belum menjual sayur kepada pihak luar namun telah mengurangi pengeluaran keluarga minimal Rp15 ribu perhari," kata dia.

Yanti mengatakan ke depan dengan berbekal ilmu dan wawasan baru tersebut ditambah hasil yang sudah dirasakan, ia dan kelompok lainnya terus berkomitmen untuk secara berkelanjutan memanfaatkan pekarangan dan lahan- lahan kosong miliknya masing -masing untuk menanam sayur. Bahkan ia menargetkan daerah mandiri sayuran dan bisa menjual ke daerah lain dan perusahaan di sekitar desanya.

Hadirkan Solusi
National Stakeholder Engagement Head Sinar Mas, Zukri Saad menjelaskan hadirnya program sekolah ladang padi darat tanpa membakar lahan bagi warga Bian merupakan solusi dari masalah yang dihadapi saat ini.

Ia menjelaskan pertama solusi yang dihadirkan adalah meniadakan pola membakar lahan yang sudah menjadi tradisi. Dengan demikian program ini mendukung program Pemerintah sekaligus memberikan solusi kepada masyarakat agar bisa berladang.

"Larangan membakar hutan tidak cukup dilakukan dengan hanya melarang saja karena di sisi lain warga butuh untuk berladang. Dengan kondisi yang ada melalui program CSR perusahaan kita melakukan pendekatan berbeda sekaligus memberikan solusi agar tetap berladang namun tidak membakar. Melalui pembinaan dan metode yang ada ini dapat kita buktikan, tanpa membakar juga bisa berladang dan itu diterima masyarakat," kata dia.

Solusi yang kedua dari program yang ada menurut Zukri yakni meningkatkan produktivitas padi darat petani dari sebelumnya karena dilakukan dengan pupuk alami. Ditambah dengan metode tumpang sari, maka kegiatan ini diharapkan memberikan nilai tambah dari ladang yang diolah di satu kawasan yang ada.

"Kita berharap ke depan pola yang ada dapat diteruskan masyarakat agar dapat meningkatkan kesejahteraan petani," kata dia.

Ia juga berpesan kepada petani hasil olah ladang organik tidak dijual keluar namun dikonsumsi sendiri karena padi yang dihasilkan bebas bahan kimia dan itu sehat.

"Harga beras organik itu bisa mencapai Rp70 ribu perkilogram. Gunakan dulu hasil panen ini untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Kalau surplus atau lebih, bolehlah baru dijual," pesannya.

Ke depan kata dia, pihaknya akan juga membuat demplot untuk menerapakan pola yang ada ke sejumlah desa di sekitar kebun lainnya.

"Jadi setelah ini harapan kita masyarakat bisa mandiri dan pola yang ada didukung pemerintah setempat untuk dikembangkan. Kita akan menjajaki lokasi desa lainnya untuk demplot baru," papar dia.

Sementara Kepala Desa Tua Abang, Paulus Sarman, bersyukur program bertani seperti ini membuahkan hasil. Menurutnya program yang ada sangat membantu warganya dalam peningkatan hasil ladang dan menghindari praktik membakar lahan.

"Sejak awal kita mendukung program ini dan kita mengusahakan agar masyarakat serius mengikutinya. Harapannya ke depan program ini tetap berlanjut dan bahkan dilakukan ke satu dusun kami lainnya, " kata dia.

Saat ini paparnya total warganya 628 jiwa dengan 163 KK. Sementara luas wilayah desanya yakni 134 kilometer persegi.

Sementara itu, Camat Semitau, Iwan Supardi yang hadir dalam panen perdana berladang tanpa bakar mengapresiasi kepedulian perusahaan PIP dan masyarakat Dusun Bian yang sukses menjalankannya. Menurutnya, apa yang sudah dipelajari para petani dan dilihat hasilnya terus dilanjutkan dengan pola yang baru tersebut.

"Kalau berpindah-pindah bertani itu rumit. Apalagi bila dilakukan dengan membakar lahan, sangat berisiko menyebabkan lahan lain terbakar juga. Hutan kita bisa rusak dan bisa menghadapi sanksi hukum oleh anggota masyarakat lain yang lahannya terbakar," kata dia.

Oleh Dedi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017