Paris (ANTARA News) - Lautan dunia telah kehilangan lebih dari dua persen oksigen sejak 1960, dengan konsekuensi yang berpotensi merugikan tumbuhan dan hewan laut, kata para ilmuwan kelautan pada Rabu (15/2).

Dalam lima setengah dekade, bagian-bagian lautan tanpa oksigen, yang disebut perairan anoksik, meningkat empat kali lipat menurut hasil studi yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Nature.

Dan produksi serta aliran dinitrogen oksida, gas rumah kaca kuat, "mungkin akan meningkat" menurut penelitian tersebut.

Lautan yang mencakup hampir tiga perempat permukaan Bumi, menyediakan sekitar setengah dari oksigen yang kita hirup dan memberikan pasokan oksigen kepada miliaran orang setiap tahun.

Dalam sebuah komentar mengenai studi yang terbit di Nature itu, ilmuwan periset Denis Gilbert dari Fisheries and Oceans Canada menulis bahwa "penurunan dua persen kadar oksigen laut mungkin terdengar sepele."

Namun, dia memperingatkan, "implikasinya bagi ekosistem laut bisa sangat buruk di bagian-bagian lautan tempat kadar oksigen sudah rendah."

Laporan itu menemukan bahwa penurunan terbesar terjadi di dekat daerah tempat oksigen sudah rendah yang disebut "zona mati", tempat tingkat oksigen turun empat persen setiap dekade.

Sebagian besar oksigen hilang di Khatulistiwa dan Samudra Pasifik Utara, Samudra Selatan dan Samudra Atlantik Selatan.

"Data Oksigen di Kutub Utara, Khatulistiwa dan Pasifik Utara... dan Samudra Selatan menunjukkan penurunan berlanjut, dan bertanggung jawab atas 60 persen hilangnya oksigen laut global" menurut laporan penelitian.

Para penulis studi menyatakan mereka perlu melakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan berapa banyak oksigen yang hilang akibat pemanasan global dan berapa banyak yang berkaitan dengan siklus iklim alam.

Studi juga mengulangi peringatan lama bahwa kehilangan oksigen akan meningkat dengan perkiraan penurunan satu sampai tujuh persen pada 2100.

Temuan itu "seharusnya membunyikan lebih keras lonceng peringatan tentang konsekuensi pemanasan global," kata Gilbert sebagaimana dikutip kantor berita AFP. (mr)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017