Normalisasi sungai enggak bisa dihindari, ini suatu keharusan. Mereka bilang, kalaupun harus pindah, tolong manusiakan kami. Itu tadi lewat Bedol Desa, semua warga dipindahkan ke desa baru
Jakarta (ANTARA News) - Suhaya (56) duduk berselonjor di atas lantai beralaskan kardus di depan sebuah warung kelontong kawasan RT 02 RW 12, Bukit Duri, Jakarta, Kamis.

Bersama dua orang cucunya, dia memperhatikan orang-orang lalu lalang di jalanan berlumpur.

Air setinggi 30 cm sempat menggenang di sana semalam. Di wilayah lain, air bahkan mencapai ketinggian satu meter. Air juga sempat mampir ke rumahnya pada pukul 01.00 WIB, membuatnya terjebak dalam rumah dalam kondisi gelap, karena saat itu listrik padam.

Beberapa jam kemudian, saat air berangsur surut, Suhaya bersama keluarga baru bisa beranjak ke posko pengungsian yang terletak beberapa meter dari rumahnya.

"Jam 01.00 WIB, jam 02.00 (air masuk ke rumah). Saya di rumah saja, sudah kejebak air, enggak bisa jalan. Setelah surut, baru mengungsi di sana (posko pengungsian di RT 10 RW 01)," ujar dia kepada ANTARA News, Kamis.

Beruntung, Suhaya masih sempat menyelamatkan barang-barang berharganya, sehingga tak tersentuh air. Di sisi lain, Saiyah (46) dan Karno (51) juga menghadapi kondisi tak jauh berbeda.

Namun, tak seperti Suhaya, Saiyah dan Karno bisa langsung melarikan diri ke lokasi titik kumpul pertama, sebuah musala di RT 02 RW 12.

"Jam 2 malam, air sudah selutut. Jam 3.00 kami ke musala. Musala ternyata kena juga (tergenang air), kami langsung ke Komplek Garuda (posko pengungsian), bawa anak-anak, baju satu stel dan duit," tutur Saiyah.

Dia sempat mengira ketinggian air akan semakin tinggi mencapai atap rumahnya seperti tahun 2007 lalu. Namun, perempuan asal Tegal itu bersyukur, air hanya mencapai pinggangnya.

Dalam kesempatan berbeda, Ketua RT 01 RW 12 Bukit Duri, Iwan Sumantri (50), mengungkapkan sebenarnya air menggenang di kawasan bantaran kali sejak pukul 14.00 WIB, kemarin. Namun sempat surut pukul 19.00 WIB.

"Air mulai datang di bantaran saat penghitungan suara, jam 2-an. Sampai kira-kira jam 7 malam, stop dan surut dan jam 11 malam mulai naik lagi. Warga sudah mengungsi di musala RT 01 RW 12," tutur dia. "Saat jam 1 pagi air sudah masuk ke musala dan warga diarahkan ke posko Garuda di RT 10 RW 01. Saya berkoordinasi dengan ketua RW 01 untuk menangani di lokasi," sambung Iwan.

Di Kelurahan Bukit Duri, setidaknya air menggenangi tiga RW yakni RW 10, 11 dan 12. Di RW 12 sendiri, tujuh RT yaitu RT 01,02, 03, 04, 05, 14 dan 15 tergenang air beberapa sentimeter.

ingin pindah

Kejadian serupa di Bukit Duri kali ini bukan kali pertama. Iwan mengaku sudah mengalaminya sejak 1996. Namun, sebagian besar dari mereka bertahan hingga kini.

"Masalah biaya. Warga di sini sudah membayar DP rumah, makanya mereka bertahan. Belum lagi penduduk asli sini, yang membangun rumah sendiri di sini," tutur Iwan.

Kendati begitu, sambung dia, jika suatu saat, harus pindah, misalkan karena program normalisasi sungai, warga berharap bisa ditempatkan dalam satu wilayah yang sama layaknya program Bedol Desa. Menurut dia, hal ini lebih layak ketimbang harus menempati rumah susun.

"Kami terbiasa hidup berpijak di tanah. Kami tidak mau menempati rumah yang ngawang-ngawang (rusun). Bangunlah desa baru, Bedol Desa," tutur Iwan.

"Normalisasi sungai enggak bisa dihindari, ini suatu keharusan. Mereka bilang, kalaupun harus pindah, tolong manusiakan kami. Itu tadi lewat Bedol Desa, semua warga dipindahkan ke desa baru," sambung dia.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017