Semarang (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tantangan Indonesia dalam persoalan ekonomi adalah mengatasi kemiskinan dan kesenjangan seiring dengan adanya pertumbuhan ekonomi.

"Kendala yang harus diselesaikan adalah bagaimana mengurangi kemiskinan dan tingkat kesenjangan ekonomi," katanya saat menyampaikan kuliah umum di Universitas Diponegoro Semarang, Kamis.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan persoalan kemiskinan dan kesenjangan bisa diatasi dengan disain pertumbuhan ekonomi yang inklusif yang relatif memiliki kualitas lebih baik.

Menurut dia, hal itu harus didorong dengan peningkatan produktivitas, menjaga dan meningkatkan daya saing, menjaga institusi yang bersih dan efektif, serta menerapkan tata kelola yang baik.

"Pembangunan institusi ini memang susah karena tidak terlihat bentuknya. Beda dengan membangun gedung, jembatan. Namun, pembangunan institusi ini sangat memengaruhi suatu negara," kata sosok kelahiran Lampung, 26 Agustus 1962 itu.

Menurut dia, pembangunan institusi adalah bagaimana kualitas berorganisasi, seperti halnya negara, baik dari lembaga eksekutifnya, lembaga legislatif, lembaga yudikatif, dan sektor swasta.

Ia mencontohkan Undip yang ternyata menerima 37 persen mahasiswa yang berasal dari kelompok masyarakat kurang mampu dari total mahasiswa, menunjukkan adanya keberpihakan terhadap penanggulangan kemiskinan.

"Sebab, dari sisi indikator bahwa kesenjangan, kemiskinan dan pengangguran relatif mudah dilihat sebagai tanda kesehatan ekonomi suatu negara," katanya.

Sri Mulyani yang sudah dua kali menduduki jabatan Menkeu di dua kabinet berbeda itu menyebutkan negara-negara di Amerika Latin, seperti Brazil, kemudian Meksiko yang pertumbuhan ekonominya tinggi, tetapi kesenjangannya juga naik.

"Ekonomi besar tetapi tidak memiliki manfaat bagi masyarakat luas," katanya.

Namun, ia optimistis perekonomian Indonesia akan terus bertumbuh seiring dengan kian berkurangnya tingkat kemiskinan dan kesenjangan.

Apalagi, kata dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini selalu di kisaran 5-6 persen, kecuali beberapa tahun lalu akibat pukulan berat dari harga komoditas, seperti harga minyak dunia yang jatuh.

"Itu terjadi pada 2009 dengan ekonomi tumbuh di bawah 5 persen, kemudian tahun 2015. Namun, pada 2016 ditutup dengan pertumbuhan 5,02 persen, dan pada 2017 diproyeksikan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen," katanya.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017