Jakarta (ANTARA News) - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan hakim konstitusi Patrialis Akbar melakukan pelanggaran berat dan menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat.

"Hakim terduga Patrialis Akbar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi (Sapta Karsa Hutama). Menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat kepada hakim terduga Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi," kata Ketua MKMK Sukma Violetta dalam sidang pembacaan putusan di gedung MK Jakarta, Kamis (16/2).

Putusan itu diambil berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 9 orang saksi yaitu dua hakim konstitusi yang juga merupakan anggota hakim panel yang melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap uji materi UU No 14 tahun 2014 yaitu I Dewa Gede Palguna dan Manahan MP Sitompul; panitera MK Kasianur Sidauruk; Sekretaris Administrasi Umum Patrialis, Prana Patrayoga Adiputra; kawan dekat Patrialis, Kamaludin; panitera pengganti tingkat II MK Ery Satria Pamungkas; Sekretaris Yudisial Patrialis, Suryo Gilang Romadhon; ajudan Patrialis, Eko Basuki; dan sopir Patrialis, Slamet.

"Hakim terduga terbukti melakukan pertemuan dan atau pembahasan mengenai perkara yang sedang ditangani antara hakim terduga dengan pihak yang berkepentingan dengan perkara, baik langsung maupun tidak langsung, di luar persidangan dan hakim terduga terbukti membocorkan draf putusan MK yang masih bersifat rahasia oleh hakim terduga," kata anggota MKMK Asad Said Ali.

Dalam sidang itu, empat anggota MKMK Anwar Usman, Achmad Sodiki, Bagir Manan dan Asad Said Ali membacakan secara bergantian hasil pemeriksaan terhadap para saksi dan membuktikan pertemuan Patrialis dengan pihak yang terkait perkara dan pembocoran draf putusan, sebelum Patrialis diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 25 Januari 2017.

Awal perkenalan
Kamaludin dalam kesaksiannya mengaku sudah mengenal Patrialis sekitar 20 tahun sejak menjadi tetangga di tempat tinggal keduanya di Bekasi sehingga mengetahui karier Patrialis sejak menjadi pengacara sampai menjadi hakim konstitusi.

Kamaludin masih sering bertemu dengan Patrialis saat bermain golf dan mengetahui jadwal main golf Patrialis adalah Selasa, Rabu dan Jumat. Sedangkan Kamaludin dan Basuki Hariman sama-sama bekerja di satu perusahaan di bidang pelabuhan.

Kamaludin mengenalkan Basuki kepada Patrialis di restoran steak DKevin milik keluarga Basuki di kawasan Dharmawangsa pada 14 September 2016. Pada pertemuan itu mereka berbicara mengenai uji materi Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan, Basuki mengeluhkan perkara sudah diperiksa tapi belum diputus.

Perkara itu teregister di MK pada 29 Oktober 2015. Perkara itu sudah menjalani 6 kali persidangan yaitu 5 November 2015, 18 November 2015, 16 Maret 2016, 11 April 2016, 27 April 2016, 12 Mei 2016 dan 7 rapat permusyawaratan hakim (RPH) yaitu 23 November 2015, 2 Agustus 2016, 28 September 2016 dengan sudah ada draft dari hakim drafter. Selanjutnya RPH pada 15 November 2016, 15 Desember 2016 dan 18 Januari 2017 dan sidang pengucapan dijadwalkan 7 Februari 2017.

Sebelum 5 Oktober 2016, Patrialis sudah menginformasikan secara lisan ke Kamaludin mengenai amar putusan perkara itu yang pada pokoknya permohonan akan dikabulkan.

Pada 5 Oktober 2016, Kamaludin lalu bertemu dengan Patrialis dan Patrialis menyampaikan draf amar putusan perkara tidak sama dengan draf putusan yang sebelumnya pernah diinformasikan karena terdapat beberapa hakim yang mempermasalahkan kembali draf putusan tersebut.

Untuk meyakinkan adanya perubahan draf putusan itu, Kamaludin diberikan salinan draf putusan sebelumnya dalam bentuk "hard copy" oleh Patrialis di lapangan golf Rawamangun. Draf putusan itu lalu diserahkan ke Basuki Hariman.

Patrialis lalu menghubungi Kamaludin untuk meminta agar draf putusan dimusnahkan karena berbahaya sehingga Kamaludin meminta kembali draf putusan kepada Basuki. Draf itu lalu dibaca Kamaludin yang amarnya mengabulkan permohonan para pemohon dan dalam perjalanan pulang draf putusan itu disobek-sobek dan dibuang Kamaludin.

Patrialis dan Basuki memang tidak pernah berkomunikasi via telepon tapi bertemu langsung melalui Kamaludin. Pertemuan-pertemuan itu terjadi di lapangan golf Rawamangun, Intiland Tower Sudirman, restoran steak DKevin dan pusat perbelanjaan Grand Indonesia.

Kamaludin juga mengakui bahwa Basuki sering memberikan uang untuk biaya operasional dan pernah meminta uang ke Basuki untuk keperluan umroh Patrialis. Basuki memberikan uang 20 ribu dolar AS ke Kamaluddin dan Kamaluddin menyerahkan ke Patrialis sebesar 10 ribu dolar AS di rumah Patrialis.

Pembocoran draf
Patrialis diketahui juga pernah meminta draf putusan pada 17 November 2016. Ia memintanya melalui Sekretaris Administrasi Umum-nya Prana Patrayoga Adiputra agar mengirimkan "Whatsapp" ke panitera pengganti tingkat II MK Ery Satria Pamungkas untuk meminta draf itu. Tapi karena Ery tidak masuk kantor hari itu, maka ia menyarankan agar memintanya dari ruang RPH.

Prana saat diperiksa MKMK juga mengaku bahwa Patrialis pernah memanggil salah seorang panitera pengganti ke ruangan untuk menyalin berkas draf putusan ke komputer Patrialis untuk ditambahkan beberapa isi putusannya.

Patrialis masih meminta draf putusan berdasarkan RPH 18 Januari 2017. Permintaan itu dilakukan oleh Sekretaris Administrasi Umum Patrialis, Prana Patrayoga Adiputra ke Ery Satria Pamungkas.

Prana menghubungi Ery via "Whatsapp" untuk meminta draf putusan paling akhir tanggal 18 Januari 2017. Ery pun segera mencetak draf putusan dan diantar ke ruangan Prana, Ery memberikannya karena Patrialis adalah anggota panel perkara itu. Padahal khusus dalam perkara itu draf putusan bahkan tidak dicetak dan dibagikan kepada para hakim untuk dibaca ulang karena pengucapan putusan tertunda.

Pada 19 Januari 2017, Patrialis meminta Sekretaris Yudisial-nya, Suryo Gilang Romadhon untuk menghubungi Ery Satria Pamungkas agar meminta draf putusan perkara. Suryo mengaku biasa dimintai bantuan oleh Patrialis untuk meminta draf putusan ke para panitera pengganti bila Patrialis menjadi drafter perkara.

Ery lalu menyampaikan draf itu ke Suryo dan diletakan di atas meja Patrialis karena Patrialis sedang di ruang istirahat.

Kamaludin lalu dihubungi oleh Patrialis lewat telepon dan dijelaskan ada perkembangan draf putusan sehingga Kamaludin diminta datang ke MK.

Ia lalu masuk ke ruangan sekretaris Patrialis pada pukul 14.04 WIB dan bertemu Patrialis pada 14.18 WIB. Saat bertemu Patrialis di ruang kerja Patrialis, Kamaludin diperlihatkan draf putusan terbaru termasuk pertimbangan hukum yang sudah diberikan tanda berwarna menggunakan "stabilo" oleh Patrialis.

Patrialis menjelaskan bahwa draf terakhir membuat amar yang berbeda yaitu mengabulkan sebagian. Kamaludin meminta izin untuk memotret draf putusan itu dan Patrialis mengizinkan Kamaludin memotret bagian pertimbangan hukum dan amar putusan mengunakan ponsel pintar Kamaludin.

Kamaludin kemudian meninggalkan ruangan pukul 14.49 WIB. Setelah itu Kamaludin memberikan foto tersebut ke Basuki yang berkepentingan untuk dikabulkannya uji materi UU tersebut karena penjualan dagingnya menurun drastis dan stock daging habis akibat impor daging dari India.

Padahal, file putusan itu disimpan di ruangan RPH dan begitu selesai RPH ruangan tersebut dikunci. Untuk membuka file tersebut di dalam komputer diperlukan kode khusus, hanya sehari sebelum pembacaan putusan maka panitera akan menggandakan draf putusan itu kepada 9 hakim.

Tapi draf putusan bisa dibagikan lebih awal kepada para hakim untuk dilakukan koreksi, finalisasi, perbaikan kalimat atau penambahan pertimbangan.

Draf putusan, menurut I Dewa Gede Palguna, sebenarnya tidak boleh keluar dan baru dikeluarkan untuk hakim "drafter" dan itu pun tidak boleh mengubah amar, hanya untuk mengoreksi kalau ada kata-kata yang salah, ada perbaikan redaksional tapi tidak mengubah amar.

Sedangkan "soft copy" draf putusan sebenarnya tidak bisa diakses kecuali hakim "drafter" yang membawa soft copynya dan yang bisa mengetahui putusan itu hanya hakim, panitera dan panitera penganti. Pihak yang membawa "soft copy" itu adalah hakim "drafter" karena hakim "drafter" yang harus menyusun rancangannya.

"Setelah draf selesai disusun, draf diberikan kepada panitera pengganti untuk selanjutnya diserahkan kepada panitera untuk dijadwalkan sidang pembacaan putusannya. Patrialis sedikit agar mempertahankan pendapatnya terkait bahaya penyakit mulut dan kuku," kata Achmad Sodiki membacakan kesaksian I Gede Palguna.

Keberatan Patrialis
Patrialis sendiri mengaku keberatan diperiksa MKMK di gedung KPK dan dihadiri para penyidiknya karena merasa tidak nyaman dan tidak bebas untuk menyampaikan keterangan. Ia juga mempertanyakan penangkapan KPK dan bukti yang dimiliki KPK karena merasa tidak pernah menerima uang dari Basuki.

Tapi Patrialis mengakui melakukan pelanggaran etik.

"Saya ikhlas jabatan saya dicopot kalau pun misalnya saya melanggar kode etik. Saya mengakui ada kesalahan saya. Saya mengakui, tapi bukan pidana. Kita harus memisahkan mana yang pidana, mana yang etik," ungkap Bagir Manan saat menyampaikan hasil pemeriksaan Patrialis.

Setelah putusan, MKMK akan bertemu dengan Ketua MK Arief Hidayat untuk menyampaikan laporan.

"Kami berharap kasus semacam ini tidak lagi terjadi di MK. Biarlah kasus ini jadi yang terakhir. Kita doakan MK jadi lebih baik lagi dengan bercermin dari kasus ini agar lebih amanah, profesional dan hati-hati dalam berperilaku. Integrias harus inheren karena bagaimanapun bangsa ini menaruh harapan besar di pundak 9 hakim konsitutusi," ungkap Ketua MKMK Sukma Violita.

Oleh Desca Lidya Natalia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017