Lisabon (ANTARA News) - Dua kali dalam sebulan, setiap Ahad, sekelompok pengungsi dari Suriah, Irak dan Eritrea mengambil alih satu dapur di distrik Alfama di Lisabon untuk menyajikan cita rasa makanan Timur Tengah bagi warga lokal.

Mereka adalah bagian dari satu program di Cozinha Popular da Mouraria (Dapur Rakyat Mouraria) di Lisabon, satu perhimpunan yang didirikan oleh mantan wartawan Adriana Freire sekitar empat tahun lalu.

Dengan moto "Buat Makanan Bukan Perang", program tersebut bertujuan menjembatani jurang budaya dan membantu mereka lebih merasa berada di tempat asal mereka.

"Saya menyukai semua dalam proyek ini," kata Nizar Almadani, Dari Ibu Kota Suriah, Damaskus, saat ia memasak makanan ayam ala-Suriah dan membakar semacam roti chapati, sebagaimana dikutip Xinhua. "Saya memiliki teman baik di sini."

Almadani, yang juga adalah kepala juru masak di Damaskus dan memiliki biro perjalanan, tiba di Portugal delapan bulan lalu, setelah melakukan perjalanan ke Turki lalu ke Yunani.

Meskipun ia menyukai Portugal dan menjadi bagian dari proyek tersebut, Almadani mengatakan ia perlu mendapatkan pekerjaan waktu-penuh dan masih menunggu untuk mendapatkan surat-surat dari pihak berwenang.

Ia belum menemukan istri dan dua anaknya, di Lebanon, selama dua tahun, dan juga ingin melihat istrinya menetap di Portugal.

Perjalanannya tidak mudah, tapi itu dapat menjadi kesempatan baik buat dia untuk memulai dari awal.

Orang yang menggagas proyek itu, "Buat Makanan Bukan Perang", Alexandre Mascarenhas, menjelaskan bahwa itu adalah cara bagi pengungsi untuk menyatu dengan masyarakat dan menjalin hubungan.

"Tujuan kami ialah menyatukan orang dan mengalami keramahan Portugal. Saya mendapatkan ungkapan (Buat Makanan Bukan Perang) di Internet dan saya kira itu memiliki banyak hubungan dengan proyek ini, dengan apa yang terjadi di beberapa negara seprti di Suriah," kata Mascarnhas.

"Hasil dari acara ini mengalir ke diri mereka, tapi penting mereka akhirnya mendapatkan pekerjaan penuh-waktu, dan saat mereka memperoleh pekerjaan baru, kami mendapat banyak orang baru (pengungsi), dan dengan cara tersebut, lingkaran tidak berhenti," katanya, saat ia membuat roti di dapur.

"Sebelum proyek ini, saya tidak kenal banyak orang," kata Awet Mauratu (35), dari Eritrea, yang juga sedang membuat adonan roti. Ia tiba di Lisabon 11 bulan lalu dan biasa bekerja di industri tambang. "Sekarang saya kenal banyak orang dan kami seperti keluarga."

Portugal telah memperlihatkan sikap terbuka kepada pengungsi, dan negeri itu menawarkan untuk menampung sebanyak 10.000 orang.

Namun jumlah pengungsi yang datang ke negeri tersebut telah sangat sedikit saat ini. Portugal setakat ini menerima sebanyak 957 pengungsi berdasarkan rencana transmigrasi Uni Eropa, demikian jumlah yang disiarkan belum lama ini oleh Komisi Eropa.

(Uu.C003)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017