Banjarmasin (ANTARA News) - Komisi III Bidang Pembangunan dan Infrastruktur DPRD Kalimantan Selatan mengharapkan Jembatan Sungai Puting yang menghubungkan Kabupaten Tapin dengan Kabupaten Barito Kuala di provinsi tersebut segera terwujud.

"Apalagi Jembatan Sungai Puting yang berada di wilayah Tapin tersebut berada pada jalan trans Kalimantan poros tengah Kalimantan Selatan (Kalsel), ujar Sekretaris Komisi III DPRD provinsi itu, H Riswandi SIP di Banjarmasin, Selasa.

Menurut dia, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia atau Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Wilayah VII Kalimantan harus tegas terhadap perencanaan pembangunan Jembatan Sungai Puting.

"Kalau perusahaan pertambangan yang berjanji berpartisipasi untuk mengubah konstruksi Jembatan Sungai Puting tersebut tidak kejelasan, maka pembangunan prasarana penunjang perhubungan darat itu segera sesuai rencana semula," katanya.

"Sebaiknya Kementerian PUPR atau Balai BPJN Wilayah Kalimantan memberi batas waktu kepastian partisipasi perusahaan pertambangan yang menginginkan perubahan konstruksi Jembatan Sungai Puting tersebut. Bila tidak ada kepastian, pembangunan jembatan tersebut jangan berlarut-larut lagi," lanjutnya.

Pasalnya Jembatan Sungai Puting yang sejak lama menjadi dambaan bukan cuma kebutuhan masyarakat setempat, tetapi juga publik, terutama bagi mereka yang mau bepergian dari "Banua Anam" Kalsel ke Kalimantan Tengah (Kalteng) atau sebaliknya.

Karena selama ini, mereka mau berurusan atau menyeberang Sungai Puting terpaksa harus menggunakan penyeberangan tradisional berupa ponton (perahu yang dirangkai dan menggunakan motor), ujar anggota DPRD Kalsel tiga periode tersebut.

Menurut wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel IV/Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah tersebut, keberadaan Jembatan Sungai Puting bukan saja akan memperlancar arus lalu lintas, tetapi juga semakin menumbuhkembangkan wilayah itu.

Selain itu, bisa mempercepat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi kerakyatan yang tampaknya cukup potensial di sekitar lintas jalan trans Kalimantan poros tengah Kalsel tersebut, demikian Riswandi.

Rencana semula konstruksi Jembatan Sungai Puting tersebut ketinggian 5,5 meter, tetapi perusahaan pertambangan baru bara meminta tinggi sekitar 10 meter di atas pemukaan air terdalam agar armada angkutan hasil tambang mereka mudah berlalu-lalang.

Sementara perusahaan pertambangan batu bara yang beroperasi di wilayah Tapin dan Hulu Sungai Selatan (HSS) itu tidak memberi kejelasan partisipasi untuk pembangunan Jembatan Sungai Puting.

Penutupan jalan nasional Banjarmasin-Marabahan

Sementara itu, penutupan jalan nasional yang menghubungkan Banjarmasin- Marabahan dinilai sebagai upaya pemerintah daerah untuk melindungi kepentingan dan keselamatan warga setempat. Hingga kini Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan masih tetap melarang kendaraan besar pengangkut hasil tambang dan kelapa sawit melintasi jalan nasional tersebut.

"Sampai sekarang masih tetap ditutup hingga perusahaan-perusahaan tersebut mengikuti perda yang sudah ditetapkan," kata Kepala Dinas Perhubungan Kalimantan Selatan, H Rudiansyah, dihubungi wartawan, Minggu.

Berdasarkan Perda Gub 3/2012 tentang perubahan atas Perda Kalsel Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pengaturan Penggunaan Jalan Umum dan Jalan Khusus Untuk Angkutan Hasil Tambang dan Hasil Perkebunan, dijelaskan bahwa perusahaan tambang maupun perkebunan tersebut harus membangun jalan khusus.

Salah satu solusinya adalah membangun jalan layang yang diperuntukkan bagi jalur khusus bagi kendaraan pengangkut hasil tambang dan kebun. "Perusahaan harus menaati penutupan ini karena dalam perda jelas teratur bahwa kendaraan tambang harus melalui jalan khusus bukan jalan umum," kata Rudiansyah.

Selama ini, jalan umum banyak dilewati oleh kendaraan tambang dan perkebunaan. Akibatnya, jalan tersebut banyak yang rusak. "Jalan umum yang rusak ini, nantinya akan kita aspal. Jalan umum diprioritaskan untuk masyarakat, bukan untuk kendaraan tambang dan perkebunan," tegas dia. 

"Jadi sangat keliru kalau penutupan jalan ini merugikan masyarakat. Justru penutupan ini demi keselamatan dan kebaikan bagi para pengguna jalan di sana," lanjutnya.

Rudiansyah juga melihat sekarang ini sudah mulai tampak itikat dari perusahaan tambang dan batubara untuk mengikuti aturan yang sudah diberlakukan. Namun pihaknya juga akan tetap menagih janji perusahaan untuk membangun jalan khusus atau jalan layang yang diperuntukkan bagi kendaraan tambang yang melintas. 

"Untuk sementara, jalan nasional Banjarmasin-Marabahan ditutup. Sampai kapan? Ya sampai perusahaan mempunyai motivasi untuk membangun jalan layang tersebut," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Dishub Kalsel, Agus, mengatakan pihaknya masih menunggu itikad baik dari sejumlah perusahaan untuk membangun jalan khusus. "Sebenarnya ini sudah lama rencananya, sejak 2009. Mereka pun tahu, namun demikian kami menyesalkan belum ada rencana untuk membangun jalan khusus," kata Agus.

Sejauh ini terdata ada 42 perusahaan tambang dan batu bara yang beroperasi di bagian utara Kalimantan Selatan. Namun dari jumlah tersebut hanya tiga perusahaan tambang yang dinilai masih melanggar Perda Nomor 3 Tahun 2008. Sementara itu sebelum dilakukan penutupan, pihak pemprov Kalsel telah melakukan sosialiasi perda sejak Oktober hingga Desember 2016. Sosialiasi itu ditujukan kepada sejumlah perusahaan tambang dan kelapa sawit yang melintasi jalan nasional Banjarmasin-Marabahan. 

Lalu pada 26 Januari 2017, tim terpadu pemprov yang terdiri dari Polda Kalsel, dinas perhubungan kalsel dan balai besar Pekerjaan Umum Kalsel melakukan penegakan hukum dengan memasang portal di bahu jalan nasional Banjarmasin-Marabahan di setiap persimpangan jalan tambang yang melanggar perda. 

"Jadi penutupan ini bukan merugikan masyarakat. Justru kami melindungi masyarakat," Agus menjelaskan.

Pewarta: Sukarli
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017