Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengharapkan PT Freeport Indonesia tetap melakukan ekspor, meski saat ini masih bernegosiasi dengan pemerintah terkait kelanjutan izin pertambangan di Indonesia.

"Freeport itu perusahaan publik, kalau dia berhenti maka dia juga akan jatuh sahamnya. Jadi dalam hal ini tidak ada yang disebut menang atau kalah," kata Sri Mulyani di Jakarta, Rabu.

Sri Mulyani mengatakan keengganan Freeport untuk melakukan ekspor pada saat pemerintah masih memberikan opsi tersebut, bisa berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan pertambangan asal AS itu dalam jangka panjang.

"Kalau kita mau terus menerus menuju kepada hal yang bersifat negatif, pasti tidak hanya buruk kepada kita, namun juga buruk kepada Freeport sendiri," ujarnya.

Saat ini, Sri Mulyani memastikan proses negosiasi dengan Freeport masih terus berjalan dan pemerintah juga berupaya untuk mencari jalan keluar terbaik bagi perekonomian nasional serta kelanjutan investasi perusahaan itu di Indonesia.

"Kita bisa saling melihat fakta-fakta yang ada dalam kontrak karya dan apa saja yang ada dalam UU Minerba, bagaimana kita bisa sepakat untuk menuangkannya. Oleh karena itu, yang paling baik sebetulnya adalah menjaga kepentingan bersama," katanya.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menyatakan bahwa Freeport belum mengajukan Surat Persetujuan Ekspor (SPE) meskipun rekomendasi ekspor konsentrat sudah dikeluarkan oleh Kementerian ESDM.

Kementerian ESDM telah menerbitkan Izin Rekomendasi Ekspor yang berlaku hingga satu tahun kedepan untuk izin ekspor mineral mentah.

Rekomendasi ekspor tersebut dikeluarkan berdasarkan surat permohonan Freeport Nomor 571/OPD/II/2017, tanggal 16 Februari 2017.

Volume ekspor yang diberikan untuk Freeport sebesar 1.113.105 Wet Metric Ton (WMT) konsentrat tembaga, berdasarkan Surat Persetujuan Nomor 352/30/DJB/2017, tertanggal 17 Februari 2017. Pemberian izin berlaku sejak tanggal 17 Februari 2017 sampai dengan 16 Februari 2018.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017