Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Nurhayati Ali Assegaf mendorong semua negara untuk peduli dengan permasalahan pengungsi dengan memberikan kontribusi, meski negara itu bukan negara konflik.

"Termasuk negara-negara yang belum meratifikasi Konvensi Internasional 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi," kata Nurhayati dalam pernyataan setelah menerima Perwakilan UNHCR Indonesia, Thomas Vargas, dan Kepala Regional Komite Palang Merah Internasional (ICRC) Christopher Sutter di Jakarta, Rabu.

Nurhayati menegaskan, negara yang belum meratifikasi konvensi juga harus peduli terhadap kondisi pengungsi.

Kepedulian itu, ujar dia, ditunjukkan dengan memberikan pertolongan dan pendampingan, seperti mengirim bantuan pendidikan dan logistik.

"Meskipun Indonesia belum meratifikasi konvensi, tapi Presiden Jokowi sudah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri," katanya.

Politisi Partai Demokrat itu mengungkapkan, langkah penerbitan Perpres No 125/2016 tersebut juga mendapatkan apresiasi baik dari lembaga UNHCR maupun ICRC.

Dia juga mengingatkan bahwa isu pengungsi di tingkat global juga sudah menjadi isu yang sangat mengkhawatirkan.

Sebelumnya, puluhan pengungsi yang kebanyakan berasal dari Afghanistan unjuk rasa di depan kantor perwakilan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi Pengungsi (UNHCR) di Jakarta, Rabu (8/2).

Mereka menuntut agar lembaga dunia tersebut segera menempatkan mereka ke negara ketiga karena sudah lama nasibnya terkatung-katung di Indonesia.

"Sudah tiga setengah tahun lebih saya terkatung-katung di Indonesia," ujar Mohamed Hussein, pengungsi asal Afghanistan, yang selama ini tinggal di kamp penampungan di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat.

Ia bersama puluhan rekannya mendatangi kantor perwakilan UNHCR di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, untuk menyampaikan tuntutan tersebut.

"Kami butuh manajer (UNHCR) datang kemari. Kami butuh bicara. Kami butuh bicara di depan kamera," ujar seorang orator berkebangsaan Afghanistan di depan pintu gerbang Menara Ravindo yang merupakan tempat perwakilan UNHCR berkantor.

Para pengunjuk rasa yang rata-rata berusia remaja dan menginjakkan kakinya di Indonesia setelah melakukan pelayaran berbahaya dengan perahu kayu itu meneriakkkan yel-yel, "Kami bukan teroris. Kami bisa bekerja. Segera proses kami! Selamatkan jiwa kami!"

Selain yel-yel dan orasi yang sesekali menggunakan bahasa Afghanistan, para pengunjuk rasa juga membawa pamflet, salah satunya berisi tulisan mendesak kepada UNHCR untuk bertindak adil dalam memroses mereka.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017