Jakarta (ANTARA News) - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menyatakan lembaganya membutuhkan waktu untuk menangani kasus tindak pidana korupsi pengadaan "quay container crane" (QCC) di PT Pelindo II dengan tersangka RJ Lino.

Menurut Febri, KPK masih membutuhkan pendalaman bukti-bukti dan informasi karena bukti-bukti ini tidak hanya berada di Indonesia tetapi juga di negara lain.

"Pertama, tentu saja ada mekanisme hukum internasional yang harus kami ikuti dan itu butuh waktu. Jadi ada karakter yang berbeda dari penyidikan yang terjadi dengan ruang lingkup di Indonesia dengan penyidikan yang ruang lingkup perkaranya lintas negara," kata Febri di Jakarta, Rabu.

Alasan lainnya, kata Febri, karena pasal yang digunakan adalah Pasal 2 dan 3 maka kerugian negara mesti dihitung.

"Dua hal itu yang terus kami dalami," ujar Febri.

Jika dibandingkan dengan perkara lain dengan pasal yang sama,  dibutuhkan saksi yang cukup banyak dan waktu cukup lama terutama untuk menghitung kerugian keuangan negara.  "Misalnya, sebelumnya kami sudah melakukan pelimpahan tahap dua dalam kasus KTP-Elektronik. Ada 280 lebih saksi yang diperiksa dan kami butuh waktu lama untuk menghitung kerugian negara saat itu," ucap Febri.

Febri menambahkan sudah ada 53 saksi yang diperiksa dalam kaitan kasus ini.

Kemarin KPK memeriksa dua saksi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yakni Suradji dan Gatot Darmasto, sebagai saksi fakta kasus RJ Lino.

RJ Lino disangkakan pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP di mana dia terancam pidana penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

15 Desember 2015, KPK menetapkan RJ Lino sebagai tersangka karena diduga memerintahkan pengadaan tiga quay container crane (QCC) dengan menunjuk langsung perusahaan HDHM (PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.) dari China sebagai penyedia barang.

Pengadaan itu dinilai tidak disesuaikan dengan persiapan infrastruktur yang memadai sehingga menimbulkan inefisiensi atau dalam kata lain pengadaan itu sangat dipaksakan dan bentuk penyalahgunaan wewenang RJ Lino selaku Dirut PT Pelabuhan Indonesia II demi menguntungkan pribadi atau orang lain.

KPK memeriksa RJ Lino pada 5 Februari 2016 sebagai tersangka namun belum menahan dia.


Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017