Jakarta (ANTARA News) - KPK akan mengajukan kasasi terhadap vonis bebas yang dijatuhkan kepada Bupati non aktif Kabupaten Rokan Hulu Suparman dalam kasus tindak pidana korupsi pembahasan Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Perubahan provinsi Riau 2014 dan APBD 2015.

"Terhadap vonis bebas tersebut, KPK kecewa dan dengan ini dan kami lakukan upaya hukum kasasi ke MA. Segala argumentasi akan kami sampaikan dan kita perkuat karena perkara ini bukan perkara yang berdiri sendiri dan sudah diproses sebelumnya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Pada hari ini majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) baru yang diketuai Rinaldi Triandiko memvonis bebas Suparman yang merupakan politisi asal Partai Golkar dan menjabat sebagai Ketua DPRD Riau 2014-2019, namun mundur dari karena mengikuti pilkada Rokan Hulu.

Padahal jaksa penuntut umum KPK menuntut 4,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai menerima suap dari Gubernur Riau saat itu Annas Maamun saat Suparman menjadi anggota dewan periode 2009-2014.

Sedangkan rekan Suparman yaitu Ketua DPRD Riau 2009-2014 Johar Firdaus divonis 5,5 tahun penjara, lebih rendah dari tuntutan 6,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Dalam tuntutan, JPU KPK menyatakan Johar dan Suparman, yang saat itu juga anggota Badan Anggaran (Banggar), terlibat aktif dalam perencanaan untuk meminta imbalan kepada Annas Maamun dalam pembahasan APBD. Namun dari nilai komitmen sebesar Rp1,2 miliar, yang terealisasi baru Rp900 juta yang dimasukan ke dalam 40 amplop berisi Rp50 juta, dua amplop berisi Rp40 juta, enam amplop berisi Rp25 juta dan 31 amplop isinya Rp20 juta. Johar pun telah menerima sebesar Rp155 juta dari janji Rp200 juta.

"Kami menemukan kejanggalan dalam putusan tersebut. JPU KPK telah semaksimal mungkin mengajukan bukti-bukti yang ada di pengadilan sesuai dakwaan awal. KPK juga yakin denga konstruksi perkara ini. Bahkan majelis hakim saat itu yakin ada perbuatan bersama-sama termasuk 2 terdakwa yang divonis ini. Makanya kami kecewa dan akan melakukan langkah hukum berikutnya," tambah Febri.

Dalam putusan mantan anggota DPRD Riau, Ahmad Kirjauhari yang divonis 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta di Pengadilan Tipikor Pekanbaru pada 17 Desember 2015 lalu, disebutkan bahwa Kirjauhari terbukti menerima suap secara bersama-sama dengan Suparman, Johar Firdaus, dan Riki Hariansyah dari Annas Maamun.

"Hakim tipikor harusnya profesional dan memutus dengan fakta aspek hukum yang ada karena dalam fakta persidangan sebelumnya Ahmad Kirjauhari divonis bersama-sama dengan Johar Firdaus dan Suparman menerima janji dari gubernur Riau tentang pengesahan APBD Perubahan 2014 dan APBD 2015. Dan terhadap gubernur Riau kami juga sudah kami tangani termasuk perkara ini," ungkap Febri.

Ketua Majelis Hakim Rinaldi Triandiko juga pernah membebaskan mantan Bupati Pelalawan, Tengku Azmun Jaafar dalam kasus dugaan korupsi pengadaan dan perluasan lahan perkantoran Bhakti Praja Kabupaten Pelalawan pada 2016 lalu.

"Kewenangan penunjukan majelis hakim berada pada ketua pengadilan setempat. Kami memulai dengan kepercayaan kepada institusi pengadilan akan mengadili secara profesional dan sesuai aturan berlaku. Bahwa ada rekam jejak dari hakim saat itu, kami berpikir kami akan buktikan semaksimal mungkin apalagi kami yakin perkara ini kuat. Bahwa nanti ada pelaporan kepada Komisi Yudisial dan badan pengawas MA, KPK lebih memilih untuk fokus kepada upaya hukum kasasi sehingga bisa dikoreksi di MA," jelas Febr.

Vonis bebas di tingkat pegnadilan pertama sudah dua kali dialami KPK. Kasus pertama adalah vonis bebas terhadap mantan Wali Kota Bekasi Mochtar Mohammad di pengadilan Tipikor Bandung dalam beberapa kasus korupsi, namun majelis kasasi MA mengabulkan kasasi KPK dan menjatuhkan vonis bersalah dengan 6 tahun penjara.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017