Timika (ANTARA News) - Jumlah karyawan yang dirumahkan bahkan diputus hubungan kerjanya (PHK) akan terus bertambah menyusul berhentinya operasi PT Freeport Indonesia berikut subkontraktor-subkontraktornya, kata Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Perumahan Rakyat Kabupaten Mimika, Papua.

"Itu sudah pasti. Setiap hari ada saja data yang masuk soal pengurangan karyawan. Ini situasi dan kondisi yang benar-benar memilukan," kata Kepala Disnakertrans-PR Mimika Septinus Soumilena di Timika, Jumat.

Hingga Rabu (23/2), total karyawan Freeport dan perusahaan-perusahaan kontraktor serta mitranya yang sudah dirumahkan dan di-PHK sebanyak 1.087 orang.

Dari jumlah itu, sebanyak 70 orang merupakan karyawan permanen PT Freeport (sebanyak 30 orang di antaranya merupakan tenaga kerja asing) dan sisanya merupakan karyawan 18 perusahaan yang terlibat langsung dalam menyuplai kebutuhan pertambangan baik dari sisi teknikal, peralatan maupun sumber daya manusia.

Septinus menyatakan pesimistis bahwa PT Freeport maupun perusahaan-perusahaan kontraktornya tidak akan mengambil langkah-langkah efisiensi karyawan di tengah situasi dan kondisi yang mengambang seperti sekarang ini.

"Saya tidak yakin dengan kondisi yang ada sekarang perusahaan tidak melakukan langkah-langkah efisiensi dalam semua aspek pembiayaan," ujarnya.

Septinus mengakui saat ini ribuan karyawan yang masih berada di Tembagapura dilanda keresahan luar biasa bahwa sewaktu-waktu mereka akan dipulangkan oleh perusahaan karena alasan efisiensi.

"Ya memang demikian. Sangat manusiawi jika sekarang mereka resah karena sebagian rekan kerja mereka sudah dipulangkan. Ibarat menunggu giliran, siapa menyusul untuk dipulangkan berikutnya. Kami sudah meminta manajemen PT Freeport untuk mempertimbangkan hal ini. Tentu kasus seperti itu akan berdampak buruk bagi pekerja karena mereka pasti tidak fokus lagi bekerja," jelas Septinus.

Septinus menambahkan, saat ini seluruh aktivitas produksi PT Freeport sudah lumpuh total mulai dari pabrik pengolahan di Mil 74, Mil 72, Tembagapura, hingga Pelabuhan Portsite Amamapare sebagai tempat pengapalan konsentrat untuk dikirim ke pabrik pemurnian tambang dalam negeri maupun luar negeri.

Menurut dia, saat ini terjadi penumpukkan konsentrat PT Freeport baik di lokasi pabrik pengolahan bijih di Mil 74 maupun di Pelabuhan Portsite Amamapare.

"Karena konsentrat itu tidak bisa dikirim atau dijual maka sekarang terjadi penumpukkan," ujarnya.

Pewarta: Evarianus Supar
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017