Jakarta (ANTARA News) - Grup konglomerat, PT Astra International Tbk, menegaskan meski mereka terus melakukan ekspansi lini bisnis baru, namun mereka tidak akan meninggalkan lini bisnis otomotif, demikian ditegaskan Presiden Direktur Astra International, Prijono Sugiarto.

Pasalnya, Prijono mengakui bahwa pada saat Astra berusaha melewati masa krisis moneter 1998 silam, lini bisnis otomotif menjadi yang kemampuan pulihnya tercepat dibanding lini-lini bisnis Astra lainnya pada masa itu.

"Ada situasi dan kondisi di mana saat itu otomotif pulihnya lebih cepat dibandingkan lini bisnis lain di Astra seperti agri maupun United Tractors," kata Prijono di sela-sela temu media memperingati 60 tahun Astra di Jakarta, Jumat.

Bahkan, pada saat itu kontribusi lini bisnis otomotif kepada Astra bisa mencapai 90 persen.

"Jadi, pada saat Astra melewati krisis itu dengan susah payah, memang kontribusi otomotif itu 80 persen bahkan mencapai 90 persen, tetapi dari angka yang mungkin belum seberapa, mengingat tahun 2001 profit Astra hanya Rp800 miliar. Jadi memang agak susah membandingkan antara yang dulu dan sekarang," katanya.

Seiring berjalannya waktu, Astra terus mengembangkan lini bisnis mereka, termasuk kehadiran lini bisnis ketujuh yakni properti yang dimulai sejak Oktober 2016 lalu.

Meski demikian, Prijono menegaskan ekspansi Astra ke lini bisnis lain tidak sama dengan meninggalkan lini bisnis otomotif.

"Kalau sekarang kami melihat ada peluang-peluang melakukan kegiatan ekspansi nonotomotif, bukan berarti kami meninggalkan otomotif. Sama sekali tidak," kata Prijono.


Peluang Otomotif dan Bisnis Lain

Ketetapan Astra untuk masih menggeluti lini bisnis otomotif tentu tidak mengherankan, mengingat secara proporsi otomotif masih memberikan kontribusi 50 persen atau lebih terhadap aktivitas bisnis grup konglomerat yang didirikan sejak 20 Februari 1957 tersebut.

Di sisi lain, Prijono menilai lini bisnis otomotif masih memiliki peluang besar untuk tetap menjadi salah satu perhatian Astra.

"Contohnya kendaraa roda empat, penetrasi yang kami sasar itu adalah 80 unit dibandingkan 1.000 orang (densitasnya -red). Negara seperti Thailand saja sudah 200 unit per 1.000 orang, apalagi negara-negara maju bisa 600-800 unit per 1.000 orang," kata Prijono.

"Yang ingin kami katakan adalah, potensi di otomotif tetap kami ambil," ujarnya menambahkan.

Prijono mencontohkan perluasan kapasitas produksi pabrik-pabrik di bawah anak usaha otomotif mereka, seperti PT Astra Daihatsu Motor yang saat ini mencapai 530.000 unit per tahun dan terpakai hingga 504.000 unit pada 2016 lalu serta pabrik sepeda motor PT Astra Honda Motor yang kapasitsnya mencapai 5,8 juta pada 2015.

"Itu menunjukkan bahwa kami tidak pernah meninggalkan otomotif," kata Prijono.

Meski demikian, Prijono menyadari bahwa otomotif berkaitan erat dengan kondisi daya beli masyarakat dan pendapatan per kapita, sehingga pihaknya tidak mengabaikan jika ada peluang di lini bisnis lain.

Salah satu yang terbaru adalah properti, yang merupakan lini bisnis ketujuh Astra, yang baru diperkenalkan sejak 26 Oktober 2016 silam.

Prijono mengutarakan bahwa untuk memutuskan properti sebagai salah satu lini bisnis, Astra memakan waktu sekira dua tahun.

"Anda harus tahu Menara Astra dan Anandamaya Residence (dua proyek lini bisnis properti Astra -red) dimulai 2014, tetapi kami konsolidasi di dalam dulu sebelum bisa menjadikannya sebagai lini bisnis ketujuh sekaligus salah satu tumpuan," kata Prijono.

Oleh karena itu, ia mengaku Astra belum bisa mengatakan proyeksi lini bisnis baru apa lagi yang akan dimasuki Astra dalam tahun-tahun mendatang maupun dalam waktu dekat.
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017