Pak Luhut sudah sepakat juga. Besok mau ketemu."
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI Yorrys Raweyai mengakui bahwa Bupati Timika, tujuh kepala suku pemilik tanah ulayat di Timika serta perwakilan pekerja menyatakan dukungan atas kebijakan pemerintah dalam kisruh kontrak PT Freeport Indonesia.

Yorrys melaporkan hal tersebut kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan di Jakarta, Jumat.

"Saya barusan lapor sama Pak Menko, saya ditelepon Bupati Timika, tujuh kepala suku pemilik tanah ulayat di sana bersama dengan perwakilan pekerja ada di Jakarta sekarang. Mereka mau menyatakan dukungan atas kebijakan pemerintah soal Freeport," katanya.

Ketua DPP Golkar bidang Politik, Hukum dan Keamanan itu mengatakan agar mereka bertemu terlebih dahulu dengan pemerintah. Hal itu dilakukan agar ada persepsi yang sama terkait masalah yang tengah terjadi.

"Pak Luhut sudah sepakat juga. Besok mau ketemu," katanya.

Yorrys menuturkan dampak dari ancaman PTFI diprediksi akan menyulut konflik sosial di tanah Papua. Pasalnya, dalam kurun waktu 40 tahun, pendapatan asli daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah di sana ditopang oleh operasional perusahaan asal Amerika Serikat itu.

"Kalau 10 ribu orang di-PHK (pemutusan hubungan kerja), dalam konteks Timika yang kecil begitu, anda bisa bayangkan bagaimana dinamika sosial di sana," katanya.

Bahkan beberapa waktu sebelumnya juga terjadi aksi demonstrasi oleh karyawan Freeport lantaran perusahaan tambang itu berhenti beroperasi.

"Mereka kemarin demo soal UMP, tapi sekarang solidaritas. Ini pasti berimplikasi," katanya.

Kegiatan produksi konsentrat (emas, perak, dan tembaga) oleh PT Freeport Indonesia kini sedang memasuki babak baru ketika Pemerintah Indonesia menyodorkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai pengganti Kontrak Karya.

IUPK tersebut memposisikan pemerintah sebagai pemberi izin jadi lebih kuat daripada korporasi sebagai pemegang izin sekaligus mewajibkan pemegang izin untuk mendivestasi 51 persen sahamnya kepada pemerintah.

Lantaran tidak ingin beralih status menjadi IUPK dan bersikukuh mempertahankan status Kontrak Karya (KK), Freeport hingga saat ini menghentikan aktivitas produksi sehingga menyebabkan banyaknya PHK.

Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Perumahan Rakyat Kabupaten Mimika memastikan jumlah karyawan PT Freeport Indonesia dan perusahaan-perusahaan kontraktornya yang dirumahkan bahkan diberhentikan terus bertambah.

Bertambahnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan tersebut sebagai dampak dari terhentinya seluruh aktivitas produksi perusahaan itu, kata Kepala Disnakertrans-PR Mimika Septinus Soumilena di Timika, Jumat.

"Itu sudah pasti. Setiap hari ada saja data yang masuk soal pengurangan karyawan. Ini situasi dan kondisi yang benar-benar memilukan," katanya.

Hingga Rabu (23/2), total karyawan Freeport dan perusahaan-perusahaan kontraktor serta privatisasinya yang sudah dirumahkan dan di-PHK sebanyak 1.087 orang.

Dari jumlah itu, sebanyak 70 orang merupakan karyawan permanen PT Freeport (sebanyak 30 orang diantaranya merupakan tenaga kerja asing) dan sisanya merupakan karyawan 18 perusahaan yang terlibat langsung dalam menyuplai kebutuhan pertambangan baik dari sisi teknikal, peralatan maupun sumber daya manusia.

Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017