Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menargetkan realisasi penanaman modal di dalam negeri mampu menopang pertumbuhan ekonomi tahun ini dan diharapkan separuh investasi berasal dari kontribusi sektor industri.

Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian mendorong percepatan dan memfasilitasi insentif bagi pelaku manufaktur yang ingin memperluas usahanya.

“Bapak Presiden Joko Widodo meminta kami melihat driver utama apa yang mampu meningkatkan laju perekonomian di tahun ini. Setelah pada 2016, salah satunya melalui tax amnesty untuk pendapatan negara,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai menjadi pembicara pada Rapat Koordinasi Nasional Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Tahun 2017 di Nusa Dua, Bali, Jumat.

Menperin melalui rilis pernya menegaskan, investasi menjadi harapan besar untuk mendongkrak PDB nasional tahun 2017 yang ditargetkan tumbuh sekitar 5,1-5,4 persen.

"Agar ekonomi kita bisa mencapai 5,6 persen, butuh investasi Rp800 triliun. Dari total investasi, 50 persennya akan disumbang dari sektor industri,” ujarnya.

Berdasarkan catatan BKPM, target investasi tahun 2017 sebesar Rp678 Triliun dan tahun 2018 sebesar Rp863 Triliun. “Agar ekonomi kita bisa mencapai 5,6 persen, butuh investasi Rp800 Triliun,” lanjutnya.

Guna menarik investasi sektor industri di Indonesia, Airlangga mengungkapkan, pemerintah terus berupaya menciptakan iklim usaha yang kondusif, melakukan deregulasi, menerbitkan paket kebijakan ekonomi, pembangunan infrastruktur, pengembangan kawasan industri serta pemberian insentif fiskal berupa tax allowance dan tax holiday.

"Beberapa pelaku industri telah menyatakan minat investasinya tahun ini kepada kami seperti sektor agro, kimia dan logam,” ujarnya.

Kemenperin mencatat, mulai tahun 2017-2020 sudah ada 89 proyek investasi dengan nilai mencapai Rp527,5 Triliun dan ditargetkan menyerap tenaga kerja sebanyak 544 ribu orang.

Pada tahun 2016, nilai investasi PMDN sektor industri mencapai Rp106,78 Triliun atau tumbuh 19,92 persen dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp89,04 triliun.

"Investasi sektor industri tersebut memberikan kontribusi 49,38 persen dari total investasi PMDN tahun 2016 sebesar Rp216,23 triliun,” ungkap Airlangga.

Sedangkan, untuk nilai investasi PMA, sektor industri tahun 2016 memberikan sumbangan sebesar USD16,68 Miliar atau meningkat 41,86 persen dibandingkan tahun 2015 yang mencapai USD11,76 miliar.

Investasi PMA ini memberikan kontribusi 57,61 persen dari total investasi PMA tahun 2016 sebesar USD28,96 miliar. “Kami optimis investasi tahun ini akan meningkat karena adanya penurunan harga gas bagi industri,” tegasnya.

Menperin menyampaikan, beberapa kawasan industri di Tanah Air telah siap diisi oleh investor dan didukung dengan fasilitas penunjang seperti pelabuhan dan infrastruktur lainnya.

Misalnya, Kawasan Industri Sei Mangkei, Sumatera Utara yang difokuskan pada pengembangan oleokimia, Kawasan Industri Dumai, Riau dan Kawasan Industri Berau, Kalimantan Timur yang akan dibangun menjadi Palm Oil Green Economic Zone (POGEZ), serta Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah dan Kawasan Industri Konawe, Sulawesi Tenggara yang menjadi pusat pengembangan industri smelter berbasis nikel.

“Dalam tiga tahun ke depan, kami juga mendorong percepatan pembangunan kawasan industri di Tanjung Buton, Tanah Kuning, Gresik, Kendal, dan Serang,” ungkap Airlangga. Hingga saat ini, sebanyak 73 kawasan industri yang telah beroperasi di seluruh Indonesia.

Menperin meyakini, perekonomian nasional akan lebih membaik tahun ini karena ditopang oleh potensi pasar dan daya beli masyarakat Indonesia.

"Kami melihat di tahun 2016, ekonomi kita memiliki daya tahan yang lebih kuat karena consumer based. Padahal, petumbuhan ekonomi di tahun 2016 mirip dengan tahun 2009. Pada tahun tersebut, harga komoditas seperti minyak bumi, batubara dan CPO berada di posisi terendah,” jelasnya.

Namun, tahun 2009, pertumbuhan ekonomi sekitar 4,5 persen dan pertumbuhan industri mencapai 2,1 persen. Sedangkan, pada 2016, pertumbuhan ekonomi sekitar 5,02 persen dan pertumbuhan industri mencapai 4,42 persen.

"Biasanya siklus harga komoditas di titik terendah itu muncul dalam sepuluh tahunan, tetapi ini lebih cepat masuknya. Maka kami harus kerja keras untuk membangkitkan kondisi setelahnya,” papar Airlangga.

Pewarta: Try Reza Essra
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017