PBB, New York, (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Sabtu (25/2) mengatakan ia "sangat prihatin dengan peningkatan ketegangan" di bagian selatan Sahara Barat antara wilayah Marokko dan Mauritania.

Guterres menyeru semua pihak terkait agar "melakukan penahanan diri maksimal dan melakukan semua tindakan yang perlu guna menghindari meningkatnya ketegangan".

"Sekretaris Jenderal sangat prihatin dengan peningkatan ketegangan di sekitar Guerguerat di Jalur Penyangga di bagian selatan Sahara Barat," demikian antara lain isi pernyataan yang dikeluarkan oleh juru bicara Guterres, .

Anasir bersenjata dari Marokko dan Frente Polisario masih berada di dekat mereka masing-masing, posisi yang telah mereka pertahankan sejak sejak Agustus 2016, kata Xinhua. Wilayah tersebut pada siang hari diawasi oleh Misi PBB bagi Referendum di Sahara Barat (MINURSO), kata pernyataan itu.

"Sekretaris Jenderal menyeru kedua pihak agar melakukan penahanan diri maksimal dan melakukan semua tindakan yang perlu guna menghindari peningkataqn ketegangan, baik melalui tindakan militer maupun sipil," kata pernyataan tersebut.

"Ia juga menggaris-bawahi lalu-lintas komersial rutin tak boleh terganggu dan tak ada tindakan boleh dilakukan, yang bisa mengubah status quo Jalur Penyagga itu," kata pernyataan tersebut.

"Sekretaris Jenderal sangat mendesak semua pihak agar menarik tanpa syarat semua anasir bersenjata dari Jalur Penyangga sesegera mungkin, meniptakan lingkungan yang kondusif bagi dilanjutkannya dialog dalam konteks proses politik yang dipimpin oleh PBB," kata pernyataan itu.

"Ia juga menyeru semua pihak agar mematuhi kewajiban mereka berdasarkan kesepakatan gencatan senjata dan menghormati kalimat dan semangatnya," tambah pernyataan tersebut.

Situasi di Daraeh Guerguerat di Sahara Barat, di dalam Jalur Penyangga, masih tegang pada awal September tahun lalu, dan kegiatan pembuatan jalan yang digagas oleh Marokko di daerah sebelah selatan Tanggul ditentang oleh Frente Polisario, kata beberapa laporan.

Sahara Barat terletak di pantai barat-laut Afrika dan di perbatasan Marokko, Mauritania dan Aljazair. Pemerintah kolonial Sahara Barat oleh Prancis berakhir pada 1976. Pertempuran belakangan meletus antara Marokko dan Front Polisario. Gencatan senjata ditandatangani pada September 1991.

MINURSO digelar pada tahun itu untuk memantau gencatan senjata antara Pemerintah Marokko dan Front Polisario dan menyelenggarakan, jika semua pihak sepakat, referendum mengenai hak untuk memutuskan sendiri di Sahara Barat.

Rencana permukiman diusulkan oleh PBB setelah tujuh tahun konsultasi politik ditolak oleh salah satu pihak pada 2004. Dalam menyetujui tahap perundingan langsung saat ini pada 2007, Dewan Keamanan PBB menyerukan "penyelesaian politik yang adil, langgeng dan diterima kedua pihak, yang akan memberi hak untuk memutuskan sendiri kepada rakyat Sahara Barat".

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017