Sydney (ANTARA News) - Indonesia dan Australia menyepakati adanya akses masuk produk pestisida dan herbisida Indonesia ke Australia yang lebih besar dengan tarif bea masuk (BM) sebesar nol persen.

"Dari sisi perdagangan kita mendapatkan akses untuk pestisida dan herbisida," kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam jumpa pers bersama Menlu Retno Marsudi dan Kepala BKPM Thomas Lembong di Sydney International Center Australia, Minggu.

Enggartiasto menyebutkan potensi pasar pestisida dan herbisida Australia cukup besar. Impor mereka sementara ini senilai 1,3 miliar hingga 1,5 miliar dolar AS.

"Selama ini Indonesia hanya bisa masuk dengan 50 juta dolar AS karena berbagai hambatan tarif," katanya.

Ia menyebutkan dalam pertemuan Presiden Jokowi dan PM Australia Malcolm Turnull disepakati membuka akses dengan penurunan tarif untuk dua komoditas itu.

"Sebagai kompensasinya kita menyamakan tarif bea masuk gula dari Australia ke Indonesia sama dengan tarif ASEAN," katanya.

Menurut dia, dengan penurunan tarif BM gula itu, Indonesia memiliki sumber impor yang lebih banyak, tidak hanya dari Thailand tapi juga dari Australia.

"Kita tidak mau hanya dari satu sumber sehingga ada ketergantungan, kita tidak mau raw sugar hanya kita impor dari Thailand, harga mereka yang tentukan," katanya.

Menurut dia, Indonesia diuntungkan dengan kesepakatan yang telah dicapai itu. "Disampaikan Presiden bahwa tarif BM herbisida dan pestisida tarifnya diturunkan menjadi nol persen," katanya.

Selain kesepakatan itu, Indonesia dan Australia juga menyetujui mengenai relaksasi berat sapi dari 350 menjadi 450 kg. "Dengan kondisi itu maka harga sapi bakalan turun satu dolar Australia," katanya.

Menurut dia, dengan turunnya harga satu dolar Australia maka mereka pada waktu kirim dan proses penggemukan sapi, maka harga daging sapi segar akan turun di luar harga daging beku yang sekarang maksimum Rp80.000 per kg.

Sementara itu mengenai perundingan Perjanjian Kerja sama Ekonomi Menyeluruh Indonesia-Australia (IA-CEPA), Enggar mengatakan diharapkan dapat diselesaikan pada 2017.

"Kita sebenarnya ada alokasi tiga putaran lagi, tapi dalam satu-dua putaran diharapkan bisa diselesaikan," katanya.

Sementara itu Menlu Retno Marsudi mengatakan kedua pemimpin negara memiliki komitmen untuk menyelesaikan IA-CEPA pada akhir tahun 2017.

"Satu hal yang perlu dilakukan adalah bahwa apapun arrangement yang akan kita lakukan dasarnya adalah kerja sama yang saling menguntungkan," katanya.

Menurut dia, pertemuan Presiden Jokowi dan PM Australia Malcolm Turnbull juga membahas mengenai perdagangan terutama dalam rangka mengurangi atau menghilangkan hambatan baik yang tarif maupun non tarif.

"Tadi beberapa produk kita disebutkan oleh Presiden antara lain ekspor produk kertas kemudian kelapa sawit dan kita merencanakan ekspansi untuk produk-produk manufaktur," katanya.

Untuk produk kertas Presiden Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara pertama di Asia yang memiliki lisensi Forest Law Enforcement Governance and Trande (FLEGT) dari Uni Eropa.

"Lisensi itu menunjukkan sustainability dari produk Indonesia, dengan advantage itu maka saya yakin tuduhan terkait dengan sustainability tidak beralasan lagi," katanya.

Pewarta: Agus Salim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017