Garut, Jawa Barat (ANTARA News) - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir melakukan uji coba operasi sinkronisasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) 3 Mega Watt (MW) dengan jala-jala PLN.

PLTP 3 dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

"Persoalan riset kita selama ini memang tidak bisa sinkron dengan perusahaan atau industri, sehingga biaya riset menjadi besar. Tapi kali ini kolaborasi dengan perusahaan sangat baik, PT Pertamina Geothermal Energy perlu diapresiasi karena memberi ruang pada BPPT untuk melakukan pengembangan PLTP," kata Nasir dalam peluncuran uji coba sinkronisasi PLTP 3 MW dengan jala-jala PLN di Kamojang, Garut, Jawa Barat, Selasa.

Pengembangan PLTP 3 MW oleh BPPT sendiri, menurut dia, sudah sesuai dengan Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2015-2045 dimana riset diarahkan untuk mendukung pembangunan nasional.

Nasir mengatakan pengembangan yang dilakukan BPPT di Kamojang pada dasarnya bertujuan untuk menaikkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebuah PLTP. Selain itu, bagaimana teknologi yang dikembangkan bisa menyelaraskan kebijakan Energi Baru Terbarukan (EBT) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan pengembangan pembangkit berkapasitas kecil (small packet plant) di Indonesia.

"Kalau ada subsidi dari Kementerian ESDM (untuk pembangkit skala kecil) tentu akan semakin bermanfaat bagi masyarakat," ujar Nasir.

Kepala BPPT Unggul Priyanto mengatakan potensi panas bumi terbesar di dunia ada di Indonesia diikuti Filipina dan Amerika Serikat (AS). Meski demikian baru AS yang memiliki kapasitas terpasang paling besar, sedangkan Indonesia ada di nomor tiga.

Potensi panas bumi Indonesia mencapai 29.543 MW atau setara 40 persen cadangan panas bumi dunia, namun kapasitas terpasang baru 1.533 MW.

"Kita kaji PLTP skala kecil mengingat yang sekarang digunakan kebanyakan buatan asing semua, padahal kita mau bangun energi dari panas bumi itu sampai 7.209 MW. Kebanyakan di wilayah timur pembangkit yang dipakai dari diesel, jelas jauh efisien dengan panas bumi," ujar Unggul.

Target BPPT, ujarnya, adalah memaksimalkan TKDN pada PLTP dan sejauh ini pada pengembangan pembangkit di Kamojang sudah mencapai 63,8 persen, yang artinya sudah melampaui syarat 40 persen TKDN pembangkit skala kecil yang ada di Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 54 Tahun 2012 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.

Unggul mengatakan keterlibatan pemangku kepentingan dalam hal ini pemberian kesempatan industri nasional mengembangkan komponen pendukung PLTP menjadi penting untuk mencapai TKDN maksimal.

BPPT sendiri, menurut dia, menghabiskan dana hingga Rp80 miliar untuk mengembangkan PLTP 3 MW di Kamojang tersebut.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan pemanfaatan EBT dari panas bumi mau tidak mau harus dilakukan mengingat cadangan energi fosil segera habis dalam hitungan 30-50 tahun ke depan.

DPR, lanjutnya, akan fokus mendorong pengembangan panas bumi sebagai sumber energi bersih ke depan, maka penguatan riset seperti yang dilakukan BPPT sangat baik. Ini juga sebagai bentuk komitmen Presiden Joko Widodo yang telah meratifikasi Paris Agreement di COP 21 Paris di 2015.

"Kita sudah dapat Rp734,8 miliar dana dari Bank Dunia, jadi kalau tidak dilanjutkan artinya kita menghindar dari Paris Agreement," ujar Agus.


Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017