Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) mengharapkan Indonesia memanfaatkan kunjungan Raja Salman dan rombongannya ke Indonesia untuk membahas perlindungan tenaga kerja Indonesia yang saat ini masih sekitar satu juta lebih di negara teluk itu.

"Diperkirakan terdapat 500.000 lebih TKI yang masa kerjanya sudah habis (over stay) dan kami berharap Kerajaan Saudi berkenan untuk memutihkannya dan memberi ijin kerja baru," kata Ketua Apjati Ayub Basalamah di Jakarta, Selasa.

Dia juga memberi apresiasi kepada Kerajaan Saudi yang terus meningkatkan kualitas perlindungan TKI termasuk memperbaiki upah dan hak-hak lainnya.

Dijelaskannya, sejarah penempatan TKI ke Saudi bermula dari kebutuhan akan asisten rumah tangga di kalangan keluarga Kerajaan Saudi. Kondisi itu, mensyaratkan kondisi tertentu yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa TKI.

Kebutuhan itu melebar ke masyarakat umum yang juga membutuhkan asisten rumah tangga, khususnya dari Indonesia yang dinilai cekatan, ramah dan rajin, dan terutama lagi sesama muslim.

Tingginya minat akan TKI, khususnya asisten rumah tangga ke Saudi menjadikan penempatan ke Saudi menjadi masif dan menimbulkan ekses, baik karena faktor majikan maupun TKI yang belum siap.

Ekses itu menjadi sorotan, meskipun angkanya relatif kecil jika dibandingkan dengan total penempatan TKI ke negara itu. Kondisi itu menimbulkan kebijakan Pemerintah Indonesia untuk menghentikan sementara (moratorium) penempatan TKI informal ke Saudi dan sejumlah negara lain di timur tengah yang kemudian berujung pada penutupan secara permanen.

Meskipun, masih dalam kondisi moratorium, minat bekerja di Saudi masih tinggi. Penyebabnya, di samping mencari nafkah, pencari kerja melihat peluang beribadah di dua kota suci, Makkah dan Madinah, lebih besar dibandingkan bekerja di negara arab lainnya.

Dampaknya, terjadi penempatan TKI secara ilegal atau warga negara menempuh jalan di luar prosedur untuk bisa bekerja di Saudi dan negara lainnya.

Karena itu pula, Apjati juga memberi apresiasi kepada Kementerian Hukum dan HAM yang memperketat pengawasan penempatan TKI di kantor-kantor imigrasi. Kebijakan itu untuk mencegah penempatan TKI ilegal yang masih terjadi dengan berbagai cara, seperti dengan alasan umrah, kunjungan wisata, ziarah, "calling visa" dan cara-cara lainnya.

"Pengetatan tersebut untuk mencegah penempatan ilegal. Kami berharap diikuti dengan sanksi yang berefek jera kepada pelaku, baik kepada pengusaha, sponsor, calo dan oknum lainnya yang menjadikan calon TKI sebagai obyek dan menuntun mereka kepada praktik ilegal yang merugikan calon TKI," ujar Ayub.

Pewarta: Erafzon SAS
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017