Jakarta (ANTARA News) - Ahli hukum pidana dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Abdul Chair Ramadhan menyatakan terdapat tiga unsur dalam pidato Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu yang termasuk penodaan terhadap agama.

Pertama, kata "dibohongi pakai Al-Maidah" yang merupakan bentuk perbuatan melawan hukum dalam hal masuk kepada Pasal 156a huruf a karena dibohongi pakai Al Maidah. Al Maidah itu bagian dari Al Quran dan Al Maidah itu adalah sumber kebenaran, kata Abdul saat memberikan keterangan dalam lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa.

Menurut dia, dengan adanya ucapan "dibohongi pakai Al Maidah" berarti ada kebohongan di dalam kewajiban memilih pemimpin Muslim sebagaimana disebutkan dalam Surat Al Maidah.

"Kedua soal ucapan "takut masuk neraka". Berarti yang bersangkutan ingin mengatakan juga bahwa tidak ada ancaman masuk neraka. Sehingga ini bukan saja penodaan terhadap Al Maidah 51 tetapi juga penodaan terhadap rukun iman tentang adanya surga dan neraka," tuturnya.

Ketiga, kata dia, terkait ucapan "jangan percaya sama orang".

Jadi "jangan percaya sama orang". Orang ini bersifat umum. Orang yang dimaksudkan di sini bisa termasuk antara lain umat umat Islam secara umum, bisa lawan politik, bisa alim ulama atau ustadz. Tetapi dalam rumusan delik," jangan percaya sama orang" berarti di sini ada kebencian terhadap orang, ujarnya.

Menurut dia, dikarenakan ada kata kata "dibohongi pakai Al Maidah" orang yang dimaksud sudah pasti pemuka agama dalam hal ini alim ulama, bahkan juga termasuk seluruh umat Islam.

"Nah kalau berbicara kebencian terhadap orang bukan terhadap agama, kebenciannya lebih masuk terhadap Pasal 156 KUHP karena ditujukan golongan tertuduh Tetapi karena ada kata kata "dibohongi pakai Al Maidah" orang yang dimaksud sudah pasti pemuka agama dalam hal ini alim ulama bahkan juga termasuk juga seluruh umat Islam," katanya.

Dalam sidang Ahok ke-12 pada Selasa (28/2), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua ahli, yakni Imam Besar Front Pembela Islan (FPI) Rizieq Shihab dan Abdul Chair Ramadhan sebagai ahli hukum pidana Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Namun, dua ahli yang dipanggil itu ditolak oleh tim kuasa hukum Ahok. Meskipun mendapat penolakan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara tetap memutuskan dua ahli itu untuk memberikan keterangannya dalam persidangan.

"Tadi ada dua ahli, ahli agama dan pidana. Yang pertama ahli agama sudah jelas, diperiksa sebagai ahli agama ceritanya masalah Pilkada, kesengajaan, dan masalah perencanaan. Jadi sudah melampaui apa yang diberikan oleh seorang ahli. Yang kedua ahli pidana sama juga sudah dijelaskan karena terdapat "conflict of interest"," kata Teguh Samudra, anggota tim kuasa hukum Ahok.

Pada sidang-sidang sebelumnya, tim kuasa hukum Ahok selalu menolak atas kehadiran baik saksi maupun ahli dari MUI yang dihadirkan JPU sehingga mereka enggan bertanya kepada saksi atau ahli itu dalam persidangan.

Tim kuasa hukum Ahok mengkhawatirkan saksi atau ahli dari MUI itu mempunyai konflik kepentingan karena MUI yang mengeluarkan pendapat dan sikap keagamaan terhadap Ahok setelah diduga melakukan penodaan agama dalam pidatonya di Kepulauan Seribu.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017