Dubai (ANTARA News) - Presiden Iran Hassan Rouhani dan Presiden Turki Tayyip Erdogan pada Rabu sepakat untuk meningkatkan hubungan, termasuk dalam perang melawan terorisme, lapor kantor berita IRNA, setelah kedua negara terlibat perang kata-kata.

Iran dan Turki mendukung pihak-pihak berbeda dalam konflik di Suriah, lapor Reuters.

Iran, yang sebagian besar penduduknya merupakan Muslim Syiah, mendukung pemerintahan Presiden Bashar al-Assad. Turki, yang berpenduduk mayoritas Muslim Sunni, menyokong kelompok-kelompok oposisi Suriah.

Pekan lalu, Presiden Erdogan dan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu melancarkan tudingan terhadap Iran, bahwa Teheran berupaya mengacaukan stabilitas Suriah dan Irak serta mendukung kelompok aliran tertentu.

Karena tuduhan itu, Teheran memanggil duta besarnya di Ankara.

Sebagai tanggapan atas tudingan Ankara tersebut, Rouhani mengatakan saat dikutip IRNA pada Rabu, "Iran mendukung keutuhan wilayah negara-negara kawasan ... terutama Irak dan Suriah."

"Menyelesaikan perbedaan politik (antara Iran dan Turki) dapat membantu stabilitas kawasan," kata Rouhani setelah melakukan pembicaraan dengan Erdogan.

Pembicaraan itu berlangsung di sela-sela pertemuan puncak tentang kerja sama ekonomi di ibu kota negara Pakistan, Islamabad.

Persaingan di kawasan antara Iran dan Turki bukan hal baru. Namun, para pengulas politik telah mengaitkan pernyataan-pernyataan Ankara yang lebih keras dengan pendekatan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap Timur Tengah.

Trump telah bersikap tajam terhadap Iran, termasuk soal kesepakatan nuklir yang dicapainya pada 2015 dengan negara-negara utama.

Sementara Turki, sekutu NATO, berharap dapat meningkatkan hubungan dengan Washington setelah kekakuan, yang sebagian dikarenakan kritik AS menyangkut catatan Turki terkait hak asasi manusia.

Sebagai balasan oleh Turki pada Rabu, Cavusoglu mengatakan kepada IRNA saat wawancara bahwa Ankara menghargai pernyataan dukungan Teheran terhadap pemerintahnya ketika percobaan kudeta terhadap Erdogan terjadi pada 15 Juli 2016.

Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menyebut Turki sebagai tetangga yang tidak tahu berterima kasih.

"Mereka (Turki) menuduh kami (menjunjung) sektarianisme. Tapi jangan lupa, kami tidak tidur pada malam (percobaan) kudeta," katanya.

Kendati memiliki banyak perbedaan, Turki dan Iran --bersama-sama dengan Rusia-- telah mensponsori perundingan perdamaian Suriah di ibu kota negara Kazakhstan, Astana.

Perundingan digelar sebagai upaya untuk mengakhiri perang saudara di Suriah, yang muncul pada 2011.
(Uu.T008)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017