Anambas (ANTARA News) - Ibarat pintu gerbang, kehadiran bandara sangat diharapkan untuk membuka akses pariwisata, tak terkecuali di Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau.

Wilayah kabupaten yang hampir seluruhnya terdiri atas lautan dan hanya 1,3 persen daratan itu, tentu saja sangat membutuhkan angkutan udara.

Bupati Kepulauan Anambas Abdul Haris menuturkan masyarakat hanya bergantung pada dua jenis moda transportasi, yaitu moda laut dan udara.

Hanya saja, untuk moda laut seringkali terkendala cuaca yang kurang bersahabat, terutama saat musim hujan. Tak ayal sejumlah kapal urung melaut karena tak kuasa menantang gelombang maut yang bisa mencapai ketinggian lima meter.

"Transportasi laut di sini dipengaruhi oleh musim, yaitu musim angin selatan, utara, dan timur. Untuk musim angin selatan dan utara, ombak sangat besar dan tinggi, sehingga sering mengganggu pelayaran kapal, hanya musim angin timur pada Februari hingga Juni yang tenang," ujarnya.

Belum lagi, waktu tempuh dengan transportasi laut bisa mencapai delapan jam dari Tanjung Pinang dan jadwal Kapal Pelni yang hanya 14 hari sekali.

Oleh karena itu, kehadiran Bandara Letung di Pulau Jemaja yang mulai beroperasi 22 November 2016 lalu menjadi tumpuan harapan bahwa sektor pariwisata di Kepulauan Anambas akan tumbuh.

Bahkan, Haris menargetkan adanya bandara tersebut bisa mendongkrak wisatawan mancanegara (wisman) dari yang per tahunnya hanya 100-200 wisman menjadi 500 wisman.

"Semakin banyak orang ke sini, ekonomi semakin berkembang, untuk itu kami sangat membutuhkan sekali ini bandara agar bisa membuka akses langsung bagi wisatawan," katanya.

Potensi pariwisata Kepulauan Anambas memang sudah tidak diragukan lagi, terdiri atas 225 pulau dan hanya 26 pulau berpenghuni menjadi daya tarik tersendiri.

Di sepanjang bibir pantai, terhampar pasir putih dan air laut yang jernih, sehingga warna-warni ikan serta terumbu karang bisa terlihat secara kasat mata dari permukaan, seperti di Pulau Bawah dan Pulau Batu Tompi.

Tak heran, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan sebagai 106 titik konservasi terumbu karang dengan lebih dari dua juta hektare taman perairan.

Bahkan, salah satu media internasional menobatkan menjadi pulau paling eksotis di Asia yang keindahannya melebihi Kepulauan Maladewa yang sudah tersohor itu.

Letaknya yang strategis, yaitu berada di tengah Laut China Selatan dan berdekatan negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Kamboja, memudahkan para pelancong untuk singgah.

Bupati Abdul mengatakan, salah satu pulau di Kepulauan Anambas, yaitu Pulau Terempa telah dijadikan sebagai akses masuk dan keluar (exit-entry point) kapal yacht.

"Sebetulnya, ini tidak sulit, dari Pulau Terempa, kita bisa arahkan ke pulau-pulau lain," katanya.

Namun, dia menilai akses yacht saja tidak cukup, untuk itu perlu dikembangkan angkutan udara yang saat ini tengah dilakukan penyelesaian pembangunan di Bandara Letung.

Lebih Cepat
Sebetulnya, Bandara Letung bukanlah bandara yang pertama hadir di Kepulauan Anambas, melainkan terdapat satu bandara yang sebelumnya milik perusahaan migas, yaitu terletak di Pulau Matak.

Hanya saja, letak Bandara Matak masih terbilang jauh untuk mencapai destinasi wisata Pulau Bawah atau Pulau Batu Tompi sebab masih harus menempuh perjalanan laut selama lebih dari dua jam.

Untuk itu, dibutuhkan bandara yang bisa menyambung konektivitas lebih cepat di Pulau Jemaja.

Maka, dibangunlah Bandara Letung pada Juli 2014 dan mulai beroperasi pada 22 November 2016 dengan penerbangan perdana menggunakan pesawat Dornier 228 oleh maskapai Susi Air.

Penyelesaian pembangunan Bandara Letung ditargetkan Maret 2018 dan rencananya pada April 2017 akan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo.

Kepala Satuan Pelaksana Bandara Letung Ariadi Widiawan menuturkan saat ini, dari sisi udara telah terbangun landasan pacu sepanjang 1.200 meter x 30 meter, taxiway 125 meter x 15 meter, serta apron 70 meter x 125 meter.

"Akan kita kembangkan terus, tahun landasan pacu akan diperpanjang menjadi 1.430 meter, sehingga bisa mengakomodasi operasional pesawat ATR 72 yang lebih besar," katanya.

Bahkan, dia mengatakan pada 2018 landasan pacu akan kembali diperpanjang menjadi 1.650 meter x 30 meter agar bisa memuat lebih banyak pergerakan pesawat.

Selain itu, landasan pacu bandara juga telah berhasil diuji coba untuk operasional pesawat King Air Beerchcraft pada 11 Februari 2017 dan pesawat Cessna Grand Caravan pada 17 Februari 2017.

Dari sisi darat, Ariadi mengatakan telah terbangun gedung terminal, gedung administrasi, klinik kesehatan, ruang operasi, fasilitas pertolongan kecelakaan penerbangan pemadam kebakaran (PKP-PK), gedung kelistrikan, "ground support equipment" (peralatan pendukung di darat), dan gedung VIP.

Adapun, pembiayaan untuk sisi udara bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yakni Kementerian Perhubungan Rp200 miliar, sedangkan sisi darat merupakan gabungan APBD antara Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan Pemerintah Kabupaten Anambas Rp50 miliar.

Pembangunan yang belum rampung hingga saat ini adalah pemagaran serta pengaspalan area sekitar bandara yang masih berupa tanah kering.

Secara prosentase, progres pembangunan Bandara Letung tersebut telah mencapai 75 persen.

Tahun ini, dia mengatakan, Susi Air sedang melakukan persiapan penerbangan kembali satu kali per minggu.

Ariadi menambahkan apabila panjang landasan pacu telah mencapai minimal 1.430 meter, Bandara Letung dapat dilandasi pesawat ATR-72, sehingga dapat dibuka rute Batam-Letung (pergi pulang).

"Dan jika memungkinkan, Rute Letung-Jakarta dengan syarat adanya DPPU (Depot Pengisian Pesawat Udara) Pertamina," katanya.

Minat Maskapai
Meskipun sudah bisa dioperasikan, Bandara Letung belum berhasil menarik minat maskapai untuk mengoperasikan penerbangannya.

Belum adanya DPPU itu salah satu faktor yang menjadi kendala bagi sejumlah maskapai untuk membuka penerbangan dari dan ke Bandara Letung, salah satunya Maskapai Xpress Air.

Supervisor Marketing Area Riau, Kepulauan Riau dan Malaka Maskapai Xpress Air Satria Megha menyatakan minatnya untuk membuka penerbangan dari dan ke Bandara Letung dengan rute Tanjung Pinang-Matak-Letung (PP).

"Tahun ini akan kita lihat, apabila memang sudah terpasang depot pengisian bahan bakar, akan kita buka," katanya.

Satria menambahkan pihaknya juga dimungkinkan akan membuka rute langsung dari Tanjung Pinang.

"Ini kita kaji lebih lanjut dulu karena akan sangat boros sekali kalau penerbangan langsung dan kita butuh refueling (isi bahan bakar)," katanya.

Saat ini, pihaknya baru melayani penerbangan dari Tanjung Pinang ke Matak dengan frekuensi dua kali seminggu.

"Mungkin kalau kita lihat dari potensi pasarnya di Bandara Letung ini akan dioperasikan dengan frekuensi yang sama," katanya.

Ditemui terpisah, General Manager Pulau Bawah Tom Blanchere menilai apabila Bandara Letung sudah beroperasi secara normal maka akan membantu para pengunjung untuk menjangkau resor yang tengah dikembangkannya saat ini.

"Masalah transportasi memang menjadi kendala utama, karena saya pernah menunggu pesawat ditunda sampai tiga hari, menunggu penumpang, kemudian dibatalkan, dan itu terjadi berkali-kali," katanya.

Pengembang properti asal Prancis itu, berharap Bandara Letung segera diresmikan dan banyak maskapai yang beroperasi sehingga bisa memangkas biaya perjalanan dan menghemat waktu tempuh.

Pembangunan bandara bukan hanya untuk menciptakan konektivitas, tetapi juga membuka keterisolasian masyarakat di wilayah kepulauan, menjaga pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta memicu pertumbuhan ekonomi dan fungsi kemanusiaan. 

Oleh Juwita Trisna Rahayu
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017