Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi memastikan tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini datang ke Kantor Bea Cukai untuk berkoordinasi mengenai penyidikan kasus indikasi suap yang melibatkan importir dan hakim Mahkamah Konstitusi, bukan untuk melakukan penggeledahan.

"Ini merupakan kegiatan penyidikan terhadap importir. Pada prinsipnya, Bea Cukai mendukung kegiatan ini dan kita melakukan koordinasi untuk pemenuhan dokumen yang diminta," kata Heru dalam jumpa pers menanggapi kedatangan tim KPK ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Jakarta, Senin.

Heru menegaskan tim penyidik KPK mendatangi kantor Bea Cukai untuk mempercepat investigasi melalui pengumpulan data dan informasi terkait proses importasi.

"Jadi tidak ada yang diambil dokumennya, kita kumpul untuk koordinasi. Sekarang ini kita sedang melakukan pengumpulan data di lapangan, yang nanti dibawa kesini, untuk diserahkan ke KPK. Karena KPK harus ada endorsement benar atau tidak? Stempel itu ada yang dipalsukan, nanti dicocokkan dengan dokumen," katanya.

Ia menjelaskan proses pengumpulan dokumen itu memakan waktu, karena dilakukan terhadap sembilan importir dan data impor yang dibutuhkan oleh KPK tersebut masih tersebar di beberapa kantor bea cukai seperti Tanjung Priok dan Marunda.

"Kita sekarang bersama-sama mengumpulkan data, ada sembilan importir. Kita saling support dan mengumpulkan data dan dokumen dari beberapa kantor. Kantor ini yang akan jadi tempat pemusatan data," katanya merujuk pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Heru juga menegaskan bahwa bantuan pengumpulan data tersebut merupakan bentuk dukungan lembaganya terhadap upaya KPK dalam mempercepat penanganan kasus yang terkait dengan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014.

"Kenapa KPK melakukan koordinasi sangat cepat, karena KPK punya batas waktu terkait penyidikan. Dokumennya juga banyak, jadi sekarang kita kumpulkan dokumen yang penting, secepatnya dan sesegera mungkin," ujarnya.

KPK menetapkan seorang hakim Mahkamah Konstitusi sebagai tersangka dalam kasus suap importir daging, menduga dia menerima suap senilai 20.000 dolar AS dan 200.000 dolar Singapura, atau senilai Rp2,15 miliar dari importir daging sapi. Pemberian uang itu ditujukan untuk mempengaruhi keputusan hakim Mahkamah Konstitusi dalam perkara uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017