Jakarta (ANTARA News) - Pengadilan mengungkap pembicaraan antara Kepala Subdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno dan Kepala Bidang Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyelidikan Kanwil DJP Jakarta Khusus Wahono Saputro pada 10-20 Oktober 2016.

Dalam pembicaraan mereka lewat layanan pesan WhatsApp yang diungkapkan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, kerabat Presiden Joko Widodo, Arief Budi Sulistyo, disebut ikut membantu mengurus masalah pajak PT EK Prima Ekspor (PT EKP) hingga menemui Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi.

Berikut percakapan Handang dengan Wahono mengenai pengurusan pajak itu:

Handang: Keberatan STP (Surat Tagihan Pajak)-nya belum slesai malah di-bukper (bukti permulaan) yah oom

Wahono: Itu gara-gara Kakap PMA (Penanaman Modal Asing) 6 ngadu ke Dirjen usul bukper ndak direspon

Handang: Hadew

Wahono: tks ya bos

Handang: Siap Komandan... Anggota di lapangan yang lagi turun di ksh tau aja oom, yang soft komunikasinya. Biar orangnya tidak semakin tertekan.Tks yah om

Wahono: Ya WP (Wajib Pajak)-nya suruh terima dengan baik. Nanti di belakang biar diselesaikan Mas Handang

Handang: Sudah oom, sudah aku kasih tau orangnya tadi. Titipan adiknya RI 1 oom

Wahono: Siap Komandan laksanaken. Apapun keputusan Dirjen, mudah-mudahan terbaik buat Mohan Pak. Suwun

Wahono: Siapa dia boss? Apa ndak kita ketemu berdua dulu bos?

Handang: Si Mohan. Dia minta dianterin ketemu tapi kalau di kantor aku nggak enak nganterinnya

Wahono: Mohan melalui situ aja boss, nanti kalau sudah mau selesai baru ketemu saya boss, tks. Ini Arif ternyata kawannya Pak Haniv juga mas Handang. Jadi Arif juga sudah ngomong ke Pak Haniv masalah Mohan ini

Handang: Siap oom


Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi Ali Fikri kemudian bertanya, "Siapa Arief di sini?"

"Kalau menurut penjelasan Pak Handang itu masih saudaranya presiden kita," kata Wahono saat menjadi saksi dalam sidang.

Menurut Wahono, Arief kenal dengan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv.

Wahono adalah bawahan langsung Haniv yang menangani permasalahan pajak PT EKP, yang dipimpin oleh Ramapanicker Rajamohanan Nair, di Kanwil DJP Jakarta.

"Saya menganggap Pak Haniv dan Arief itu sudah kenal. Artinya, saya tidak tahu kenyataanya bagaimana karena saya juga tidak ada di (dalam pertemuan Haniv dan Arief) di situ tapi saya suka berinteraksi dengan Pak Haniv," ungkap Wahono.

"Mengenai masalah pencabutan pembatalan PKP (Pengusaha Kena Pajak) dan STP PT EKP apa yang disampaikan Haniv?" tanya jaksa Ali Fikri.

"Jujur Pak Haniv tidak pernah menyampaikan apa pun ke saya mengenai PT EKP," jawab Wahono.

"Lalu dari mana bisa menyimpulkan Pak Haniv tahu urusan Pak Mohan tapi Saudara tadi mengatakan Pak Haniv tidak tahu mengenai EKP?" tanya jaksa Ali.

"Itu pendapat saya saat berkomunikasi dengan Pak Handang, tapi Pak Haniv tidak pernah menyampaikan tentang EKP. Hanya kalau tidak salah Pak Haniv pernah mengatakan kalau Pak Arief minta Pak Haniv dikenalkan dengan Pak Dirjen," jawab Wahono.

Namun Wahono mengaku tidak tahu isi pembicaraan dalam pertemuan antara Haniv, Arief dan Direktur Jenderal Pajak tersebut.

"Itu cuma Pak Haniv yang berhubungan langsung dengan Pak Dirjen atau Pak Handang, cuma intinya saya dengar dari Pak Haniv, kalau Pak Arief minta dikenalkan dengan Pak Dirjen, karena Pak Haniv mengatakan Pak Arief itu mau berkenalan dengan Pak Dirjen, tapi saya sudah lupa bagaimana Pak Haniv mengatakannya," jawab Wahono.

"Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) No 4 saudara mengatakan ini: 'Jadi Arief juga ngomong ke Haniv kalau saya sudah dikasih tahu Haniv kalau Mohan ketemu Haniv untuk membicarakan mengenai masalah Mohan dan Haniv juga memberitahkan ke saya kalau Arief pernah bertemu Dirjen mengenai masalah Mohan', apakah keterangan ini benar?" tanya jaksa Ali.

Menurut Wahono, keterangan dalam BAP itu benar.

"Jadi masalah Mohan yang dibicarakan dengan Dirjen Pajak ini maksudnya masalah pajak terdakwa?" tanya jaksa Ali.

"Harusnya iya," jawab Wahono.

Terdakwa dalam perkara ini adalah Country Director PT EKP Ramapanicker Rajamohanan Nair, yang menyuap Handang Soekarno sebanyak 148.500 dolar AS (Rp1,98 miliar) dari komitmen Rp6 miliar untuk Haniv dan Handang.

Pemberian suap itu dimaksudkan agar Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN) masa pajak Desember 2014 sebesar Rp52,364 miliar dan Desember 2014 sebesar Rp26,44 miliar atau total Rp78,8 miliar dihapuskan.

Selain itu PT EKP juga punya empat permasalahan pajak lain yaitu pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) sejumlah Rp3,53 miliar, penolakan Pengampunan Pajak, pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Bukper).

Belakangan, SKP PT EKP senilai total Rp78 miliar juga dibatalkan oleh Kakanwil DJP Jakarta Mohammad Haniv dengan menerbitkan Surat Keputusan Nomor : KEP-07997/NKEP/WPJ.07/2016 tertanggal 2 November 2016 tentang Pembatalan Surat Tagihan Pajak Nomor : 00270/107/14/059/16 tanggal 06 September 2016 masa pajak Desember 2014 atas nama Wajib Pajak PT EKP dan Surat Keputusan Nomor: KEP-08022/NKEP/WPJ.07/2016 tertanggal 3 November 2016 tentang Pembatalan Surat Tagihan Pajak Nomor : 00389/107/14/059/16 tanggal 06 September 2016 masa pajak Desember 2015 atas nama Wajib Pajak PT EKP.

Dalam dakwaan juga disebutkan peran adik ipar Presiden Joko Widodo, Arief Budi Sulistyo.

Arief disebut bertemu dengan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi pada 23 September 2016 dengan bantuan Handang Soekarno.

Rajamohanan juga meminta bantuan Arief terkait penyelesaian masalah pajak PT EKP dengan mengirimkan dokumen-dokumen tersebut melalui WhatsApp yang diteruskan oleh Arief kepada Handang dengan kalimat

"Apapun Keputusan Dirjen. Mudah2an terbaik buat Mohan pak. Suwun."

Atas permintaan tersebut, Handang menyanggupinya dengan mengatakan, "Siap bpk, bsk pagi saya menghadap beliau bpk. Segera sy khabari bpk".

Arief juga yang berperan menyampaikan masalah pajak Rajamohanan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv.


Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017