Penggeledahan dimulai dari sekitar pukul 11.00 WIB dan karena penyidik masih di lapangan kami belum bisa sampaikan perkembangan apa saja yang disita dari lokasi tersebut
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum bisa menyampaikan hasil penggeledahan yang dilakukan di kantor Bea Cukai Rawamangun Jakarta terkait penyidikan kasus indikasi suap terhadap mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar.

"Penggeledahan dimulai dari sekitar pukul 11.00 WIB dan karena penyidik masih di lapangan kami belum bisa sampaikan perkembangan apa saja yang disita dari lokasi tersebut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan bahwa kedatangan tim KPK untuk mendapatkan berkas atau dokumen impor terkait penyidikan kasus indikasi suap terhadap Patrialis Akbar tersebut.

"Jadi, baru saja kedatangan dari rekan tim KPK yang bermaksud untuk mendapatkan beberapa berkas atau dokumen impor dan juga soft copy terkait dengan giat penyidikan salah importir yang terlibat dalam kasus suap yang melibatkan hakim MK," kata Heru di Jakarta, Senin.

Menurut Heru, dokumen-dokumen yang diminta KPK juga ada di beberapa tempat misalnya di Tanjung Priok dan Marunda.

"Ini kami akan lakukan identifikasi lagi kantor-kantor mana yang menyimpan dokumen-dokumen. Artinya, dokumen kami nanti serahkan, kami berikan beberapa data importir. Kemudian kami lakukan pengumpulan. Nanti dari lapangan, akan dibawa ke sini untuk diserahkan kepada KPK karena KPK harus ada pengesahan dari kami," ujarnya.

Ia pun menyatakan bahwa KPK hanya meminta Bea Cukai untuk mengumpulkan dokumen-dokumen tersebut.

"Kami kumpulkan tidak ada dokumen yang diambil. KPK kasih daftar saja dan kami kumpulkan, importir ada sembilan," ucap Heru.

Menurut Heru, pada prinsipnya Bea Cukai mendukung kegiatan ini dan tadi Bea Cukai melakukan kordinasi untuk pemenuhan dokumen yang diminta untk dikumpulkan oleh KPK.

"Ini juga sejalan dengan apa yang djlakukan dengan Kemenkeu, KPPU, dan Ditjen Pajak di mana telah menandatangani MoU untuk melakukan penelitian terhadap kegiatan usaha yang terindikasi kartel," tuturnya.

KPK menetapkan Patrialis Akbar sebagai tersangka dalam kasus suap importir daging, menduga dia menerima suap senilai 20.000 dolar AS dan 200.000 dolar Singapura, atau senilai Rp2,15 miliar dari importir daging sapi. Pemberian uang itu ditujukan untuk mempengaruhi keputusan hakim Mahkamah Konstitusi dalam perkara uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2017