Jakarta (ANTARA News) - Empat tahun setelah pemerintah menetapkan tanggal 9 Maret sebagai Hari Musik Nasional, sejumlah musisi melihat bahwa industri musik di Indonesia masih menghadapi beberapa masalah.

Penyanyi dan penulis lagu asal Aceh Tompi mengatakan bahwa Hari Musik Nasional sebaiknya tidak hanya diperingati sebagai sebuah simbol, melainkan pengingat "Pekerjaan Rumah" yang harus dikerjakan dan diselesaikan.

"Mulai dari pendidikan musik, produksi sampai kehidupan orang yang terlibat di dalamnya," ujar Tompi dalam temu media diskusi Hari Musik Nasional di Jakarta, Kamis.

Berikut tiga masalah yang dihadapi industri musik Indonesia saat ini menurut Tompi dan Glenn Fredly.

1. Pemerintah dan musisi belum bersatu  

Tompi melihat permasalahan mendasar bahwa pemerintah dan para musisi "sibuk sendiri-sendiri." "Bagaimana musik terlalu cuek dengan perkumpulan. Yang bisa kerja benar enggak mau terlibat. Kenapa enggak lebih aktif, enggak hanya aktif berkarya," ujar dia.

Dia juga mengkritik peran bekraf saat ini yang dia rasa kurang berpengaruh terhadap industri musik dan para musisi khsususnya.

Musisi yang juga dokter bedah plastik tersebut berharap keterlibatan Bekraf tidak hanya sebagai supporting system, namun menjadi nafas dari industri musik.

"Peran Bekraf sebagai bagian dari pemerintah harus sangat kuat," kata Tompi.

2. Jaminan hari tua bagi musisi  

Tompi mengatakan bahwa para musisi sering terjebak kenyamanan semu. Banyak musisi yang menurut dia memiliki mendapat sukses dan kaya raya di masa muda, namun menghadapi kesulitan di masa tua.

Sementara itu, terkait isu yang sudah ada sejak dulu tersebut, menurut Tompi pemerintah hanya bicara semata.

"Apakah salah pemerintah? Enggak juga. Kalau saya melihat kita semua salah. Musisinya juga maunya disuapin doang, enggak boleh begitu," ujar dia.

"Makanya harus sama-sama. Sama-sama terlibat di kebijakan, sama-sama kita bekerja, di-push terus, supaya kalau Bekraf-nya dipecut terus nanti ada sesuatu yang berbeda," sambung dia.

3. Hak atas Kekayaan Intelektual dan pembajakan 

Menurut penyanyi dan penulis lagu Glenn Fredly, Hak atas Kekayaan Intelektual menjadi sangat penting bagi musisi.

Meski royalti musik merupakan pembicaraan yang sangat teknis, dia berharap Hak Intelektual dapat melindungi musisi.

"TV, Radio puter lagu belum tentu bayar. Resto mereka mungkin mau bayar tapi bayar ke siapa," ujar Glenn.

Selain Hak atas Kekayaan Intelektual, pembajakan menjadi isu yang tak pernah usai bagi pelantun "Januari" tersebut.

Menanggapi hal tersebut Deputi Hak Kekayaan Intelektual Badan Ekonomi Kreatif, Ary Juliano, mengatakan bahwa saat ini Bekraf telah memiliki aplikasi "Bekraf IPR Information in Mobile Application" (BIIMA).

Sesuai namanya, aplikasi itu berfungsi memberikan wawasan atau tanya-jawab seputar hak cipta, paten merek, dan kekayaan intelektual, sehingga diharapkan bisa memudahkan pelaku industri kreatif yang ingin mengetahui soal HAKI.

Tidak hanya itu, Bekraf telah membentuk Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) bagi para pencipta lagu/musik dan para pemilik Hak Terkait.

"Kalau mau dapat benefit musisi harus bergabung dengan LMK," ujar Ary.

Terkait pembajakan, Ary mengatakan Bekraf menghadapi tiga permasalahan yaitu harga, distribusi tidak merata dan yang menurut dia paling sulit kecanduan orang terhadap pembajakan itu sendiri.

Masalah harga dan distribusi, Bekraf memanfaatkan digital environment yang telah didiskusikan bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika, sementara masalah kecanduan Bekraf telah melakukn edukasi, bahkan hingga ke sekolah-sekolah.

Menyoal kesejahteraan atau jaminan hari tua yang diungkapkan Tompi, Ary mengatakan bahwa saat ini Bekraf telah bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), baik BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan.

"Bekraf berbicara dengan BPJS membuat skema menarik untuk pelaku industri kreatif khususnya musisi, sehingga bisa mendukung masa tua mereka," ujar Ary.

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017