Jakarta (ANTARA News) - Moh Mahfud MD, atas nama Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) bersama beberapa pihak, mengajukan gugatan atau uji materi (judicial review) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 ke Mahkamah Agung (MA).

"Hari (Jumat) ini, kami, atas nama Pak Mahfud, selaku Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI, mendaftarkan uji materi PP 72/2016 ke MA," kata Ketua Tim Kuasa Hukum KAHMI Bisman Bhaktiar saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, uji materi PP tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas itu merupakan sumbangsih KAHMI mengoreksi kebijakan pemerintah yang dinilai tidak tepat.

Ia mengatakan, PP 72/2016 yang menjadi dasar pembentukan induk usaha (holding) BUMN telah mendegradasikan keberadaan negara atas BUMN, sehingga berpotensi menjadi legitimasi dalam privatisasi, penjualan, dan penghilangan BUMN, tanpa melalui ketentuan UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, serta tanpa pengawasan DPR.

"Kami menyampaikan permohonan kepada MA untuk menyatakan PP 72/2016 ini tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tuturnya.

Ia juga meminta Presiden tidak membuat kebijakan apapun terkait "holding" BUMN.

Pengajuan uji materi diperkuat keterangan ahli yakni Faisal Basri (ahli ekonomi UI), Dian Puji Simatupang (ahli hukum keuangan negara FH UI), Agus Pambagyo (ahli kebijakan publik), Apung Widadi (koordinator FITRA), dan Iqbal Tawakkal Pasaribu (ahli hukum).

Sebelumnya, Mahfud MD yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi menyatakan PP 72/2016 bertentangan dengan UU Keuangan Negara dan UU BUMN, serta tidak melibatkan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat yang mempunyai fungsi anggaran dan pengawasan.

Bisman mengatakan, dasar gugatan adalah keberadaan BUMN merupakan amanat Pasal 33 UUD, yang diharapkan memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional dan penerimaan negara, serta mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik dan penyeimbang kekuatan ekonomi swasta besar.

"Oleh karena itu, keberadaan BUMN harus dijaga agar tetap menjadi milik negara dan mesti dihindari pengalihan kepemilikan atau privatisasi yang tidak sesuai UU," ujarnya.

Ia menambahkan, isi pokok gugatan adalah ketentuan tentang barang milik negara sebagai sumber penyertaan modal negara yang berasal dari APBN (Pasal 2 ayat (2) huruf b).

Ketentuan itu, lanjutnya, melanggar UU BUMN karena akan menjadi dasar hukum pencucian aset negara yang akan dialihkan ke pihak lain melalui penyertaan modal pada BUMN.

Lalu, ketentuan tentang penyertaan modal negara yang berasal dari kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN kepada BUMN lain dilakukan tanpa melalui mekanisme APBN (Pasal 2A PP 72/2016).

Ketentuan itu bertentangan dengan UU Keuangan Negara, UU BUMN, UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dan UU 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Selain itu, bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XI/2013 dan Nomor 48/PUU-XI/2013.

Bisman melanjutkan, isi PP juga merupakan perlawanan pemerintah pada rekomendasi Panja Aset Komisi VI DPR RI Tahun 2014.

"Ketentuan ini berpotensi sebagai legitimasi privatisasi diam-diam oleh pemerintah tanpa melibatkan DPR, karena pada prinsipnya saham dan kekayaan BUMN merupakan kekayaan/keuangan negara. sehingga jika terjadi peralihan harus dengan proses APBN dan persetujuan DPR agar dapat dipertanggungjawabkan," imbuhnya.

Selanjutnya, adalah ketentuan tentang menyamakan anak perusahaan BUMN dengan BUMN untuk mendapatkan kebijakan khusus negara.

"Ketentuan ini bertentangan dengan UU BUMN dan konstitusi UUD 1945, karena yang disebut BUMN adalah jika sebagian besar modalnya dimiliki negara melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dan yang bisa mendapatkan kebijakan khusus negara termasuk pengelolaan sektor strategis seperti pengelolaan sumber daya alam hanya BUMN," paparnya.

Menurut Bisman, sesuai konstitusi sumber daya alam harus dikelola negara melalui BUMN sebagai bentuk penguasaan negara.

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017