Jakarta (ANTARA News) - Media sosial yang memiliki fitur live streaming — seperti Instagram Story, Snapchat, dan Bigolive — berpotensi menjadi cara terbaru pembajakan film.

Salah satu contoh kasus terjadi di Samarinda, ketika tim cyber crime Polda Metro Jaya menangkap Merlina Adiah karena menyiarkan film “Me VS Mami” milik MNC Pictures melalui akun bigolive.

Ia terancam hukuman sembilan tahun lewat jeratan pasal 32 dan 48 UU ITE dan pasal 113 UU Hak Cipta.

Sutradara Angga Dwimas Sasongko berpendapat orang-orang yang melakukan hal seperti itu bisa jadi tidak punya niat mengeruk keuntungan seperti pembajak, melainkan demi popularitas di media sosial.

“Konten yang disebar serampangan lewat sosial media akan mengurangi nilai film itu sendiri,” kata Angga dalam jumpa media peluncuran iklan antipembajakan di Jakarta, Selasa.

Angga membuat iklan antipembajakan yang dibintangi Chicco Jerikho Bebeto dan Tyo Pakusadewo dengan latar belakang film “Filosofi Kopi”. Ada dua versi iklan, salah satunya menyentil fenomena pembajakan via media sosial.

“Kami ingin memberitahu penonton bahwa itu salah. Penonton adalah bagian dari industri, bila mereka mengapresiasi film dengan cara yang salah sama saja merusak industri,” papar Angga.

Tahun ini, Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) akan mulai membuat riset berapa besar kerugian yang diderita industri film akibat pembajakan.

Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi BEKRAF Ari Juliano Gema mengatakan hingga kini memang belum ada perhitungan pasti berapa kerugian yang diakibatkan pembajakan film. 

Namun, dia menyebut perkiraan kerugian yang dialami satu film bila sudah diunggah secara tidak bertanggungjawab ke situs-situs ilegal.

“Tapi, satu film yang sudah tayang di situs ilegal minimal rugi Rp4 miliar,” imbuh dia.

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017