Jakarta (ANTARA News) - Ali Mukartono, Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama membantah JPU ragu-ragu terkait penggunaan pasal alternatif untuk mendakwa pria yang biasa dipanggil Ahok itu.

"Itu bagian dari sistem pembuatan dakwaan, ada teorinya. Jadi bukan keraguan tindak pidana atau bukan tetapi pilihan tindak pidana yang mana," kata Ali seusai lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa.

Terkait tindak pidana mana yang akan disangkakan kepada terdakwa Ahok, Ali menyatakan akan menunggu saat proses persidangan dengan agenda tuntutan terhadap terdakwa terlebih dahulu.

"Ya itu nanti tunggu tuntutan. Kan belum disimpulkan sekarang. Kesimpulannya nanti dalam tuntutan. Baru nanti terserah hakim keputusan bagaimana, dia otonom dan independen untuk memutus," ucap Ali.

Sebelumnya, ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej yang dihadirkan tim kuasa hukum Ahok menyatakan JPU terkesan ragu-ragu terkait sangkaan pasal terhadap Ahok dalam kasus penodaan agama.

"Hal itu disebabkan adanya pasal alternatif yang disertakan dalam dakwaan sehingga ada keraguan dari penuntut umum," kata Edward saat memberikan kesaksian dalam lanjutan sidang Ahok tersebut.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa tidak relevan apabila Ahok disangkakan dengan Pasal 156 KUHP karena pasal tersebut bukan merujuk terhadap penodaan agama.

"Harusnya Pasal 156a KUHP. Pasal 156a KUHP yang disangkakan pada status aquo tidak hanya menghendaki kesengajaan tetapi juga menghendaki niat. Niat itu tidak bisa diukur dari ucapan tetapi juga harus dilihat dari keadaan kesehariannya apakah betul pelaku itu punya niat atau tidak," ucap Edward.

Dalam lanjutan sidang Ahok ini, tim kuasa hukum Ahok memanggil tiga saksi fakta dan satu ahli hukum pidana.

Tiga saksi fakta itu antara lain Juhri seorang PNS di Bangka Belitung yang juga mantan Ketua Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten Belitung saat Pilkada Bangka Belitung 2007, Suyanto sopir Ahok dari Belitung Timur, Fajrun teman sejak kecil Ahok dari Belitung Timur, dan ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.

Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017