Balikpapan (ANTARA News) - Sudah empat hari ini Pertamina mengerahkan tidak kurang dari 35 personel untuk membantu masyarakat Tanjung Jumlai, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, membersihkan ceceran minyak yang terjadi di perairan Teluk Balikpapan sekitar Pantai Tanjung Jumlai.

Pengerahan personel itu dimulai pada Minggu 12/3 dari Pertamina Refinery Unit (RU) V dan Tim Marine. Saat ini kondisi pantai dan perairan sudah bersih dari ceceran minyak, kata Manajer Komunikasi dan Relasi Area Kalimantan PT Pertamina (Persero) Alicia Izranova, Rabu.

Namun demikian, menurut Izranova, pihaknya akan tetap melakukan pengawasan untuk memaksimalkan upaya pemulihan lokasi yang terkena dampak ceceran minyak tersebut. Tim Marine Pertamina juga masih terus memantau perairan Teluk Balikpapan untuk memastikan tidak ada lagi ceceran minyak yang harus ditangani.

Tim dari RU V juga sudah mengecek seluruh instalasi Pertamina yang melintasi Teluk Balikpapan dan semuanya dalam kondisi baik.

Ia juga menbambahkan saat ini pipa Pertamina dari Single Point Mooring (SPM) ke Terminal Minyak Mentah di Lawe-Lawe yang melalui Tanjung Jumlai berisi 100 persen air untuk kegiatan pemeliharaan SPM.

SPM adalah ujung pipa dimana kapal tanker memindahkan muatannya yang berupa minyak mentah. Karena bobotnya yang besar, kapal tanker sering tidak bisa merapat ke pelabuhan begitu saja, maka SPM yang terapung di perairan seperti di Teluk Balikpapan adalah solusinya.

Tumpahan minyak atau ceceran minyak tersebut hingga akhir pekan lalu oleh masyarakat sekitar dihubungkan dengan ditemukannya seekor lumba-lumba tanpa sirip (Neophocaena phocaenoides) yang tewas terdampar di Pantai Tanjung Tengah, tak jauh dari Tanjung Jumlai pada Jumat 10/3.

Aktivis lingkungan dan pengamat keanekaragaman hayati Teluk Balikpapan dan Pesisir sejak 1998 Hery Seputro menduga lumba-lumba itu mati sebab makan hewan laut yang tercemar tumpahan minyak di Teluk Balikpapan.

Lumba-lumba tanpa sirip gemar memakan cumi-cumi, gurita, dan ikan yang bisa ditemuinya di kedalaman sampai lebih kurang 50 meter yang tidak jauh dari pantai, muara, atau rawa-rawa mangrove, gambaran lingkungan yang persis Teluk Balikpapan.

Peneliti dari Rare Aquatic Species Indonesia Dr Danielle Kreb mengatakan bisa saja lumba-lumba ini tua, jadi mati sebab usia dan rentan penyakit.

"Untuk tahu lebih rinci sebenarnya harus dilakukan nekropsi, tapi itu kan tidak bisa dilakukan sebab ketika ditemukan kondisi lumbanya sudah dalam pembusukan parah," jelas Dr Kreb. Nekropsi lebih kurang sama dengan otopsi pada mayat manusia.

(T.KR-NVA/H005)

Pewarta: Novi Abdi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017