PBB (ANTARA News) - China, yang didukung Rusia, pada Jumat menghalangi pengesahan pernyataan Dewan Keamanan PBB menyangkut Myanmar.

Sejumlah diplomat mengatakan itu dilakukan kedua negara setelah 15 anggota Dewan bersidang untuk membahas situasi di negara bagian Rakhine, Myanmar, tempat militer negara itu melancarkan operasi keamanan.

Kantor Perserikatan Bangsa-bangsa untuk hak-hak asasi manusia bulan lalu menuding militer Myanmar melakukan pembunuhan dan pemerkosaan massal terhadap Muslim Rohingya dan membakari desa-desa mereka sejak Oktober. Tindakan itu kemungkinan bisa mengarah pada kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis.

Atas permintaan Inggris, kepala bidang politik PBB Jeffrey Feltman memberikan pemaparan kepada para anggota Dewan Keamanan dalam sidang tertutup.

"Kami berusaha memajukan ... beberapa usulan namun kesepakatan tidak tercapai di dalam ruangan itu," kata Duta Besar Inggris untuk PBB, Matthew Rycroft, yang menjadi presiden Dewan Keamanan bulan Maret, kepada para wartawan setelah sidang.

Pernyataan Dewan Keamanan harus disepakati oleh seluruh anggota sebelum dapat dikeluarkan.

Sejumlah diplomat mengatakan negara tetangga Myanmar, China, dengan didukung Rusia, mengadang pernyataan tersebut.

Rancangan pernyataan singkat yang sempat dibaca Reuters itu berbunyi "mencatat dengan keprihatinan munculnya bentrokan baru di beberapa wilayah negara itu dan menekankan pentingnya akses kemanusiaan ke wilayah-wilayah yang terkena dampak."

Sekitar 75.000 orang telah mengungsikan diri dari negara bagian Rakhine ke Bangladesh sejak militer Myanmar mulai melancarkan operasi militer pada Oktober tahun lalu. Operasi dilakukan sebagai penanganan terhadap tindakan yang disebut militer merupakan serangan oleh pemberontak Rohingya di pos-pos perbatasan, yang menewaskan sembilan personel kepolisian.

Uni Eropa pada Kamis mendesak PBB untuk segera mengirim misi internasional pencari fakta ke Myanmar guna menyelidiki tuduhan penyiksaan, pemerkosaan dan pembunuhan oleh militer terhadap Muslim Rohingya.

Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi mengatakan kepada para diplomat di ibu kota negara Myanmar, Naypyitaw, negaranya telah diperlakukan tidak adil, demikian Reuters.

(Uu.T008)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2017