Jakarta (ANTARA News) - Perwakilan petani dari Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah Gunarti telah bercerita saat mereka bertemu Presiden Joko Widodo dan membahas sejenak tentang penghentian operasi sejumlah pabrik semen di kawasan utara Jawa Tengah.

"Kalau melihat apa yang dikatakan beliau, Pak Jokowi, rasanya saya sudah kehilangan bapak. Ini benak yang kami rasakan dan saya membawa amanah dari desa, kampung kami, dari Jawa Tengah," kata Gunarti, usai bertemu Presiden di Istana Negara pada Rabu.

Gunarti hanya dapat menyampaikan "unek-uneknya" sebentar kepada Sang Presiden serta memberinya dua tulisan tembang "pangkur" atau lagu berbahasa Jawa.

Dalam pertemuan yang dilakukan di tengah-tengah kunjungan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ke Istana itu, Gunarti ingin pemerintah pusat dapat membantu "wong cilik" di daerah yang khawatir tanah pertaniannya kekeringan air jika Pegunungan Kendeng yang merupakan deretan bukit karst dijadikan lahan pertambangan semen.

Jawaban dari Jokowi, ujar Gunarti, adalah mengembalikan keputusan perizinan kepada pemerintah daerah Jawa Tengah.

Menurut dia, masyarakat Pegunungan Kendeng sudah berkali-kali berkoordinasi dengan Pemprov Jawa Tengah pimpinan Ganjar Pranowo agar Pegunungan Kendeng dapat dijaga kelestariannya dari perusakan akibat tambang semen melalui pencabutan izin.

Gunarti bertemu Presiden bersama adiknya yang juga berjuang menjaga kelestarian Pegunungan Kendeng.

Dia menilai sejumlah persawahan dan lingkungan yang berpotensi terkena dampak negatif akibat penambangan semen terdapat di empat kabupaten sekitar Pegunungan Kendeng yaitu Rembang, Pati, Blora dan Grobogan.

Para petani Pegunungan Kendeng menuntut pabrik semen untuk menghentikan operasi penambangan menunggu Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

"Jangan semua dihitung dengan materi, dengan uang. Karena gunung itu tidak bisa dibikin oleh manusia. Kita hanya bisa merawat, menjaga, dan menggunakan secukupnya," ujar Gunarti meneteskan air mata.

(Baca: Perjuangan mendiang Patmi dilanjutkan para aktivis)

Pewarta: Bayu Prasetyo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017