Jakarta (ANTARA News) - Mantan Anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani sebagai saksi Jaksa Penuntut Umun KPK membantah telah mengkoordinir anggota Komisi II lainnya untuk menerima sesuatu dari proyek KTP Elektronik (KTP-E).

"Saudara pernah diminta untuk mengkoordinir?," tanya Ketua Majelis Hakim John Halasan dalam sidang kasus proyek KTP-E di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis.

"Tidak yang mulia," jawab Miryam.

"Ada antara lain keterangan anda di penyidikan? Ini proyek Golkar? Pernah memberikan pernyataan tersebut?," tanya Hakim John.

"Tidak yang mulia," jawab Miryam.

"Tidak pernah mengemukakan hal seperti itu?," tanya Hakim Johm.

"Tidak yang mulia," jawab Mirya.

"Apakah benar anda diminta untuk mengkoordinir agar anggota lain menerima sesuatu?," tanya Hakim John kembali.

"Tidak benar," jawab Miryam.

"Pada 2011, apakah saudara menerima titipan amplop coklat yang dititipkan ke rumah saudara di Tanjung Barat, Jakarta Selatan?," tanya Hakim John.

"Tidak benar. Saya tidak pernah bicara soal itu," jawab Miryam.

"Apakah saudara menerima amplop dari atas nama Sugiharto dan diantarkan oleh saudara Sugiharto?," tanya Hakim John.

"Tidak benar," jawab Miryam.

Dalam dakwaan disebut bahwa Miryam S Haryani menerima uang 23 ribu dolar AS terkait proyek sebesar Rp5,9 triliun tersebut.

Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Puluhan pihak disebut menikmati aliran dana pengadan KTP Elektronik (KTP) tahun anggaran 2011-2012 dari total anggaran sebesar Rp5,95 triliun.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017